“Oleh sebab itu pasti kami nomor satukan kalau wartawan itu harus dianggap sejajar dengan legislatif, eksekutif, dan yudikatif untuk membangun demokrasi,” lanjut dia.
Mahfud lalu menceritakan salah satu pengalamannya menangani permasalahan jurnalis. Saat itu, ada jurnalis yang paspornya ditahan karena meliput suatu hal.
“Wartawan pernah ditahan nggak boleh pulang, ditahan paspornya di Indonesia timur. Kenapa? dia hadir dalam sebuah meliput sidang DPR. Dia datangnya sah sebagai wartawan, lalu meliput sidang DPR RI bicara pertambangan lalu dilaporkan ke Amerika,” ungkapnya.
Baca Juga:Raih Kinerja Pelaksanaan Anggaran dan Laporan Bendahara Terbaik, Korem 063/SGJ Terima Penghargaan dari KPPN CirebonCaleg DPR Partai Perindo Dean Herdesviana Gelar Public Speaking Bagi Karyawan di Cianjur
“Dia datang ke sebuah kabupaten di bagian timur Indonesia. Lalu berita itu menyebar bahwa di Indonesia itu terjadi perusakan lingkungan hidup. Wartawan itu ditahan paspornya nggak boleh pulang,” tambah dia.
Pada saat itu, Mahfud turun tangan menangani. Dia meminta agar jurnalis tersebut tidak ditahan dan dipulangkan.
“Saya turun tangan itu harus segera hari ini paspornya diserahkan dan yang bersangkutan diberi tiket untuk pulang. Saya ke depannya akan memberi perhatian kepada wartawan,” terangnya.
Menko Polhukam itu menjelaskan peran jurnalis dalam pemberitaannya. Dia mengatakan bahwa tidak ada gunanya berteriak di depan 100 ribu orang kalau tidak ada jurnalis yang menyiarkan. Tak hanya itu, dia juga menyampaikan bahwa jurnalis berperan membangun opini publik.
“Oleh sebab itu walaupun forumnya kecil kalah ada wartawan amplifikasinya menjadi lebih besar. Tapi wartawan bisa mengarahkan opini, ketika saya bekerja sebagai pejabat, itu ada kasus kok sulit sekali ya diungkap, ada yang menghalangi, ada pejabat backing, saya teriak aja ke wartawan, lempar ke media, kalau wartawan tanya saya jawab. Itu perlunya wartawan di dalam negara demokrasi,” pungkasnya.
Akademisi Universitas Islam Indonesia ini pun mengaku meninggalkan tiga PR besar di Kemenko Polhukam. Ketiga masalah yang belum selesai itu adalah utang BLBI, penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, serta wacana RUU Mahkamah Konstitusi.
Selama menjabat, Mahfud mengaku telah mengembalikan Rp35,7 triliun dari total Rp111 triliun utang BLBI yang tercatat. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah mesti menagih lebih lanjut utang BLBI yang merupakan dan selewengan.