PENDIRI majalah Playboy Hugh Hefner dilaporkan meninggal pada 2017 akibat sepsis. Namun muncul informasi terbaru yang menyebut, penyebab kematian Hugh sebenarnya lebih kompleks dibandingkan ‘sekadar’ sepsis. Kini muncul laporan, Hugh meninggal akibat mengidap infeksi E Coli yang amat agresif dan kebal antibiotik sehingga sulit diobati.
Rekannya, Crystal Hefner mengklaim menyaksikan detik-detik terakhir Hugh Hefnder mengembuskan napas terakhir. Dirinya sempat memegang tangan Hugh saat kalimat terakhir dilontarkan mendiang almarhum.
“‘Saya baik-baik saja,’ kata Hugh… (itu adalah) kata-kata terakhirnya,” kenang Crystal.
Dalam buku yang baru-baru ini dirilis, Crystal menyebut Hugh berjuang melawan kecanduan opiat, konon menjadi rahasia yang tidak pernah dibicarakan siapapun. Dia menulis Hugh mulai kecanduan ketika dokter memberinya persediaan untuk mengatasi keluhan sakit punggung.
Baca Juga:Bahlil Tanggapi Soal Kabar Mundurnya Mahfud Siang Ini: Jika Benar Itu Haknya, Tapi Belum Mendengar Informasi ResmiMahfud MD Dikabarkan Mundur Sebagai Menko Polhukam Siang Ini
Crystal juga mengklaim Hugh kecanduan Dexedrine dan Quaaludes selama bertahun-tahun. Kondisi Playboy Mansion yang dikelilingi dengan jamur hitam di penjuru ventilasi juga dinilai ikut berperan dalam pemicu kematiannya.
Rumah besar ini dibangun pada 1927 dan memiliki ruang tamu cekung dengan sofa beludru, permadani, lampu gantung kaca, serta dinding berpanel kayu. Ia juga memiliki kebun binatang yang penuh dengan makhluk eksotis termasuk burung merak dan monyet.
Namun, Crystal mengatakan bahkan hewan-hewan pun tampak menderita kesakitan imbas tinggal di mansion. “Bahkan ketika jendela tertutup, saya dapat mendengar suara sedih mereka dalam pikiran saya. ‘Tolong, tolong,’ mereka berseru dan meratap. Setidaknya itulah yang terdengar bagi saya.”
Rumah besar Playboy itu dijual seharga US$100 juta kepada Daren Metropoulos dari perusahaan investasi Metropoulos and Co pada Agustus 2016 sebelum Hugh meninggal. Mantan pemimpin redaksi majalah Playboy ini bisa tinggal di perkebunan itu dengan biaya sewa US$1 juta per tahun. (*)