GELOMBANG pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terus berlanjut, seperti yang terjadi di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Purwakarta mencatat, sejak awal tahun hingga bulan Oktober 2023 lalu, sebanyak 1.756 orang pekerja jadi korban PHK.
Kabupaten Purwakarta yang sebelumnya diklaim pusatnya industri padat karya, kini dilaporkan mulai sepi pabrik.
Padahal, kata Kepala Disnakertrans Kabupaten Purwakarta Didi Gunadi, Purwakarta terkenal sebagai lokasi banyak pabrik padat karya. Hanya saja, ungkap dia, satu per satu perusahaan bertumbangan. Ada yang tutup sepenuhnya, ada juga yang memang memilih pindah ke wilayah lain, seperti Jawa Tengah.
Baca Juga:Dewan Pers Pastikan Tidak Ada Debat Capres-Cawapres Saat Deklarasi Kemerdekaan Pers, 3 Pernyataan Bakal Diteken Para Paslon3 Sastrawan Jawa, Sunda dan Bali Jadi Pemenang Ajang Hadiah Sastra Rancage 2024
Salah satunya, yang terbaru adalah PT Eins Trend, perusahaan garmen yang juga berorientasi ekspor kini dilaporkan tutup. Menurut Didi, perusahaan bahkan sudah menyelesaikan urusan hak-hak bagi pekerja.
“Aktivitas produksi sudah tidak ada. Memang sekarang perusahaan mempekerjakan lagi pekerja kontrak tapi untuk menyelesaikan urusan administrasi perusahaan. Kan ini menyangkut aset yang besar, juga urusan ke Bea dan Cukai,” kata Didi.
“Memang ada rumor bahwa Eins Trend ini relokasi ke Jawa Tengah. Tapi tidak. Mungkin kalau bicara holding ada perusahaannya yang di Jawa Tengah, tapi ini beda, bukan ekspansi relokasi,” tambahnya.
Ketika ditanya penyebab maraknya PHK dan pabrik tutup di Purwakarta, Didi mengakui, salah satu penyebabnya adalah soal upah.
“Semua tahu pengupahan di Purwakarta. Sedangkan di Subang saja sudah terseok-seok. padahal upahnya di bawah Purwakarta, apalagi kalau ikut Purwakarta. Pabrik-pabrik padat karya ini tidak sanggup,” ujarnya.
Sebagai informasi, Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) tahun 2024 untuk naik 0,79% jadi Rp4.499.768, sedangkan Kabupaten Subang naik 0,63% jadi Rp3.294.485.
“Kondisi saat ini akibat kondisi yang terjadi karena perang Rusia-Ukraina yang kemudian berlanjut ke krisis di Amerika dan Eropa. Ini menimbulkan permasalahan bagi pabrik-pabrik,” katanya.
Baca Juga:Susul Mahfud MD, Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani Mundur: Dasar EtikaKPK Buka Peluang Kembali Penetapan Mantan Wamenkumham Eddy Hiariej Sebagai Tersangka
“Belum lagi di sektor garmen itu sebelumnya telah mengalami masalah akibat Pandemi Covid-19. Dan belum pulih, baru mau bangkit malah dihantam krisis di Amerika dan Eropa. Belum lagi ada kondisi suplai barang bahan baku yang menurut laporan pengusaha itu, mereka kesulitan mendapat pasokan dari vendor. Tapi di pasar terbuka ada, tapi harganya sudah terlalu mahal,” cetus Didi.