HUMAS Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bagus Irawan menyampaikan bahwavputusan Nomor 77 yang menyatakan PT Metro Batavia (Batavia Air) pailit didasarkan pada fakta bahwa Batavia Air mengakui tidak mampu membayar utangnya, dengan alasan “force majeur”.
Maskapai tersebut menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji, tetapi gagal memenuhi persyaratan tender pemerintah. ILFC menggugat Batavia Air atas utang sebesar US$ 4,68 juta yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012, namun Batavia Air tidak membayar meskipun telah diingatkan.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, saat itu menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai pailit, PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit. “Yang menarik dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.
Baca Juga:Nikkei Asia Soroti Abu Bakar Ba’asyir Dukung Anies BaswedanKasus Penembakan WNA Turki yang Dilakukan Terencana Geng Meksiko, Adakah Kejahatan Transnasional di Bali?
ILFC kemudian mengajukan gugatan pailit, yang dijalankan oleh pengadilan setelah Batavia Air tidak mengajukan counter dalam lima hari sejak gugatan. Pengadilan memutuskan pailit atas Batavia Air berdasarkan bukti utang, ketidakmampuan membayar, dan keberadaan kreditur lain, sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan.
Batavia Air harus dapat menetapkan syarat-syarat kondisi “force majeure” dalam perjanjian jika ingin menggunakan alasan tersebut untuk tidak membayar utang. Namun, Batavia Air tidak dapat membuktikannya dan diberi waktu 8 hari untuk mengajukan kasasi. Jika tidak diajukan, pailit akan tetap diberlakukan,” kata sumber tersebut.
Batavia menyewa pesawat Airbus 330 ini dengan tujuan untuk mengikuti tender angkutan jemaah haji. Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti tender tersebut adalah memiliki pesawat sesuai spesifikasi yang ditetapkan oleh Kementerian Agama.
Karena Batavia tidak memiliki pesawat yang sesuai, mereka melakukan leasing dari IFLC. Namun, Batavia gagal lolos sebagai maskapai yang bertugas mengangkut jemaah haji selama tiga tahun berturut-turut. Akibatnya, pesawat yang disewa tidak digunakan secara optimal, namun pembayaran sewa kepada ILFC tetap harus dilakukan sesuai kesepakatan sebelumnya.
Setelah keputusan majelis hakim, Batavia Air memiliki waktu 7 hari untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan tersebut. “Berdasarkan Pasal 11 Ayat 2 UU Kepailitan, kita memiliki waktu 7 hari untuk mengajukan kasasi atau tidak,” ungkap Kuasa Hukum Batavia Air, Raden Catur.