Menkeu Sri Mulyani: Indonesia Semakin Panas Bukan Dinamika Politik Pilpres Tapi Perubahan Iklim

Menkeu Sri Mulyani: Indonesia Semakin Panas Bukan Dinamika Politik Pilpres Tapi Perubahan Iklim
Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam forum diskusi Indonesia Infrastructure Finance. (Dok/Istimewa)
0 Komentar

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini semakin panas, namun bukan disebabkan oleh dinamika politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres), melainkan karena perubahan iklim.

“Sejak tahun 2023, suhu rata-rata dunia telah meningkat 0,6 derajat Celcius dibandingkan dengan 1991 dan 2020,” tutur Sri Mulyani, dalam agenda Indonesia Infrastructure Finance’s Anniversary Dialogue yang dihelat pada Senin, 29 Januari 2024 di Hotel St. Regis, Jakarta Selatan.

Sri Mulyani merinci, pada tahun 2022, Indonesia juga menjadi salah satu negara terpanas di dunia, dengan suhu mencapai 27,2 derajat Celcius.

Baca Juga:Ombudsman Temukan Adanya Sejumlah Maladministrasi di Pengembangan Rempang Eco-CityMantan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi Curiga Vladimir Putin di Balik Unjuk Rasa Tuntut Gencatan Senjata di Gaza, Minta FBI Investigasi

“Indonesia menjadi negara kedua terpanas. Ini bukan karena situasi politik, tetapi memang panas,” sambungnya.

Ia kemudian merujuk hasil laporan World Economic Forum (WEF) Global Risk 2024 yang menyatakan bahwa perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar dalam jangka pendek maupun panjang. Indonesia, sebagai salah satu negara yang terdampak, menghadapi peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK).

“Untuk jangka panjang yaitu 10 tahun ini semua telah menjadi resiko yang dominan dan akan dihadapi oleh semua negara maupun oleh seluruh penduduk dunia,” ujar Sri Mulyani.

Dalam paparannya, Sri Mulyani menyampaikan bahwa Indonesia mengeluarkan CO2 lebih banyak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi. Saat ini, Indonesia mencapai kisaran 3 ton emisi CO2 per kapita.

Meskipun menghadapi tantangan ini, Sri Mulyani mencatat bahwa Indonesia berhasil memproduksi emisi lebih rendah daripada beberapa negara G20. Bahkan, emisi GRK per kapita Indonesia tercatat sebagai salah satu yang terendah di antara negara-negara G20, lebih rendah dari Inggris, Amerika Serikat (AS) hingga Cina.

“Kita ingin berada di atas tetapi kenyataannya adalah Indonesia akan terus melakukan pembangunan dan akan ada konsekuensi di mana pengembangan CO2,” katanya.

Dalam menghadapi konsekuensi emisi ini, Sri Mulyani menegaskan bahwa tantangan ini perlu terus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan. Ia menyerukan agar perusahaan pembiayaan infrastruktur, seperti IFF, membangun infrastruktur yang berkelanjutan dari aspek lingkungan, sosial, dan finansial.

Baca Juga:Bendera Bintang Kejora hingga Amunisi-Anak Panah Disita, 2 Simpatisan Ditangkap dan KKB Pimpinan Manfred Fatem Berhasil LolosMarkas TPNPB-OPM Kodap IV/ Sorong Raya Berhasil Dikuasai Satgas Batalyon Infanteri 133/Yudha Sakti

“Kita harus memperbaiki masalah perubahan iklim untuk kesejahteraan masyarakat, dan IFF harus menjadi bagian solusi dalam hal ini,” tutur Sri Mulyani seraya menekankan pentingnya pembangunan berkelanjutan di masa depan. (*)

0 Komentar