Dari kajian yang dilakukan, masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Antara lain terkait kesesuaian Kawasan Peruntukan Industri (KPI) dengan aktivitas ekonomi lokal serta kualifikasi sumber daya manusia (SDM) di wilayah tersebut.
Dia menjelaskan, karakteristik struktur ekonomi dari 7 kota/kabupaten yang sebagian wilayahnya masuk rebana bercorak pertanian dan perdagangan. Kondisi tersebut telah diduga sebelumnya bahwa corak dikawasan tersebut merupakan pertanian.
“Dari hasil penelitian kami masih ada ketidaksinkronan antara UKM/IKM unggulan di wilayah Metropolitan Rebana dengan industri besar yang diundang masuk ke 13 Kawasan Peruntukan Industri (KPI). Jadi pekerjaan rumahnyanya besar,” kata Horas dalam siaran persnya.
Baca Juga:Hilirisasi Nikel Melanggar Hak Asasi Penduduk LokalKawasan Rebana Metropolitan: Harta Karun dan Kerusakan Ekologis yang Mengkhawatirkan
Apabila membludak investasi besar di sana maka perlu ada upaya untuk memunculkan inklusivitas di kawasan Rebana. Apalagi pemerintah bermaksud hendak mengejar pertumbuhan yang inklusif.
“Ekonomi inklusif kan lawannya eksklusif. Jadi inklusif itu inginnya tuh yang besar tumbuh, yang kecilpun tumbuh. Jadi tujuan penelitian kedua ingin mengetahui apakah entitas bisnis yang kecil disana itu bisa disandingkan dengan usaha besar,” katanya.
Lebih lanjut, dari sisi makro, Horas mengatakan, dalam pemanfaatan SDM di pengembangan wilayah Metropolitan Rebana masih terdapat ketidakcocokan. Hal tersebut terlihat dari kualifikasi sumber daya manusia yang diharapkan industri besar tidak cocok dengan kualifikasi angkatan kerja yang tersedia.
Ia mencontohkan, di wilayah Subang rata-rata lama sekolah penduduk mencapai 7,2 tahun, di Cirebon 10,3 tahun. Jika melihat angka tersebut makan sebagian penduduk tidak lulus SMP dan tidak lulus SMA.
“Bagaimana mereka bisa mengisi peluang employment disana. Sedangkan yang dibutuhkan setidaknya diploma 1, 2 dan 3 atau SMA. Perlu ada upaya bersama untuk mengurangi gap ini,” katanya.
Ditambahkan, hasil kajian juga menunjukkan, kinerja usaha UMKM di wilayah tersebut masih belum optimal. Hal tersebut dikarenakan karakteristik UMKM di wilayah Metropolitan Rebana yang cenderung memiliki kesamaan, yakni mindset kewirausahaan yang masih lemah, manajerial skill dan kompetensi organisasi yang masih terbatas.
Kemudian, standarisasi mutu produk yang belum optimal, terbatasnya adaptasi teknologi informasi dalam proses bisnis; lemahnya permodalan, akses pasar, dan akses perijinan; kemitraan bisnis dalam lingkup pentahelix masih rendah; serta kreativitas, inovasi, dan daya saing yang masih terbatas.