Hilirisasi Nikel di Maluku Utara: Perubahan Warna Air Laut di Pesisir Pulau Garaga, Kepulauan Obi, Halmahera Selatan dan Halmahera Timur

Hilirisasi Nikel di Maluku Utara: Perubahan Warna Air Laut di Pesisir Pulau Garaga, Kepulauan Obi, Halmahera Selatan dan Halmahera Timur
Kondisi air laut di Pulau Garaga, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan yang tercemar aktivitas tambang. Foto : DKP Halmahera Selatan
0 Komentar

Sedangkan di Buli, Halmahera Timur, pemerintah berencana membangun pabrik komponen kendaraan baterai listrik tahun ini. Pabrik itu diprakarsai oleh konsorsium LG dan konsorsium BUMN, yaitu PT Industri Baterai Indonesia atau dikenal Indonesia Battery Corporation (IBC).

Ia menuturkan ketiga kawasan tersebut mendapatkan karpet merah dari pemerintah dengan ditetapkannya sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Keistimewaan juga diberikan pemerintah kepada kawasan industri hilirisasi nikel ini, yakni ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional, dan membuat kawasan itu begitu ketat dijaga aparat TNI-Polri.

Akan tetapi, menurut kajian Foshal, hilirisasi nikel yang diandalkan pemerintah ini justru menciptakan kerusakan lingkungan. Kerusakan tidak hanya terjadi di daratan, tapi juga di wilayah pesisir dan laut.

Baca Juga:Serangan Drone Yordania: Menebak Siapa Perlawanan Islam di Irak dan Apa Itu Tower 22?Pertemuan Anies-Emil Salim Soroti Permasalahan Ekologi Indonesia Masuk Masa Krisis

Pada November hingga Desember 2023 lalu, Julfikar menuturkan ada dua peristiwa lingkungan hidup yang dianggap bertalian dengan kebijakan hilirisasi nikel. Antara lain perubahan warna air laut pada pesisir Pulau Garaga, Kepulauan Obi, Halmahera Selatan dan Pesisir dan laut di Kecamatan Maba, Halmahera Timur. “Perubahan air laut dengan tampak merah kecoklatan pada kedua lokasi tersebut ditengarai disebabkan oleh industri nikel,” ujarnya.

Menurut Julfikar, daya rusak yang ditimbulkan atas penambangan nikel terus meluas seiring dengan program hilirisasi oleh pemerintah. Dia berujar aktivitas penambangan di Pulau Halmahera ini terpantau mengalami peningkatan eskalasi yang begitu tajam pada 2018.

Penambangan bijih nikel juga tak hanya berlangsung di Halmahera, tapi menyasar pada pulau-pulau kecil seperti pulau Gee, Pulau Pakal, Pulau Gebe, dan Pulau Mabuli. Ia menyebutkan pulau-pulau tersebut sudah lebih dulu di porak-poranda, termasuk pulau-pulau di Kepulauan Obi yang bernasib sama.

Padahal, ia menegaskan pulau-pulau kecil memiliki kerentanan ekologis yang tinggi jika ditambang. Pasalnya, daya pulih pulau-pulau kecil dari eksploitasi penambangan lebih lambat. Pulau tersebut tersebut juga merupakan sumber utama kehidupan warga lokal sehingga penambangan tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga memicu konflik sosial antar warga.

Karena itu, ia menilai industri hilirisasi nikel yang terpantau agresif di Maluku Utara tidak memberikan manfaat ekonomi terhadap warga lokal terutama warga yang tinggal pada sekitar kawasan hilirisasi. Menurutnya, kebijakan itu justru membuat warga kehilangan sumber produksi ekonomi. Seperti, lahan pertanian, kebun, serta wilayah tangkap ikan.

0 Komentar