SEJUMLAH organisasi sipil mengkritik pelaksanaan hilirisasi nikel yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Maluku Utara. Forum Studi Halmahera Maluku Utara atau Foshal Malut, Walhi, Tren Asia, dan YLBHI mengungkap data bahwa hilirisasi nikel di Maluku Utara telah merusak lingkungan sekaligus meningkatkan jumlah penduduk miskin di sana.
Lonjakan angka kemiskinan, bertolak belakang dengan klaim pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang disebut pemerintah tertinggi di seluruh Indonesia. “Hilirisasi nikel membuat kehidupan warga semakin miskin di tengah berkelindan sumber daya alam, layaknya nikel,” ujar Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Foshal Maluku Utara Julfikar Sangaji, Senin, 29 Februari 2024.
Julfikar berujar, ekonomi Maluku Utara pada 2023 triwulan dua mencapai 23,89 persen. Maluku Utara lantas menyandang wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia, bahkan jauh melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah mengklaim pertumbuhan ini disebabkan oleh keberhasilan kebijakan hilirisasi industri nikel.
Baca Juga:Serangan Drone Yordania: Menebak Siapa Perlawanan Islam di Irak dan Apa Itu Tower 22?Pertemuan Anies-Emil Salim Soroti Permasalahan Ekologi Indonesia Masuk Masa Krisis
Namun anehnya, tutur Julfikar, pertumbuhan ekonomi itu tidak selaras dengan angka kemiskinan yang masih terbilang tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara mencatat penduduk miskin Maluku Utara pada Maret 2022 sebanyak 79.87 ribu orang. Kemudian pada September 2022 jumlahnya naik menjadi 82.13 ribu orang, dan pada Maret 2023 naik menjadi 83.80 ribu orang. Fakta ini menunjukkan bahwa keuntungan hilirisasi nikel hanya dinikmati oleh segelintir orang, di sisi lain sebagian besar masyarakat Maluku Utara justru termiskinkan karena terdampak kerusakan lingkungan.
Adapun hilirisasi merupakan program yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi, melalui Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Melalui beleid itu, pemerintah mewajibkan industri pertambangan melakukan hilirisasi yang tidak lain adalah untuk memberikan nilai tambah bagi hasil tambang. Namun hilirisasi nikel yang terjadi di Maluku Utara, menurut Julfikar, begitu memilukan.
Provinsi Maluku Utara terdapat tiga kawasan hilirisasi industri pengolahan bijih nikel. Dua di antaranya yang sudah beroperasi adalah Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Perusahaan tersebut terintegrasi dengan PT Weda Bay Nikel, di Weda, Halmahera Tengah.