Sedangkan dari sisi kualitas, garam lokal belum dapat memenuhi persyaratan untuk beberapa sektor industri seperti Chlor Alkali Plant (CAP), farmasi dan kosmetik, pengeboran minyak, dan aneka pangan.
Hal ini disebabkan garam hasil produksi lokal memiliki kandungan NaCl yang cukup rendah, yakni hanya 88-94 persen. Sementara, untuk kebutuhan industri, kandungan NaCl setidaknya harus 97 persen. Alhasil, garam rakyat yang diolah secara tradisional, perlu diproses kembali sebelum dijadikan garam konsumsi maupun industri.
Selain kendala kandungan NaCl, intervensi teknologi pada produksi garam dalam negeri juga masih minim. Saat ini, teknologi yang digunakan masih sangat sederhana, yakni teknologi evaporasi.
Baca Juga:Kawasan Rebana Metropolitan: Siapkah Jadi Wajah Jawa Barat?Hilirisasi Nikel Melanggar Hak Asasi Penduduk Lokal
Pada teknologi evaporasi, produksi garam masih sangat bergantung pada cuaca dan sinar matahari. Di sisi lain, Ibu Pertiwi juga masih menggunakan kincir angin serta pengeruk kayu yang membatasi kapasitas produksi.
Kemudian, teknologi yang belum lama ini berkembang, seperti geomembran telah membantu mempersingkat proses produksi dari 3 minggu menjadi 2 minggu. Lalu, penggunaan teknologi ini dalam ruang tertutup berhasil mengatasi keterbatas produksi saat musim hujan.
Alhasil, produksi garam meningkat dengan kualitas yang lebih baik, di mana kandungan NaCl sekitaran 90-99 persen.
Harus diakui memang, pemanfaatan teknologi modern dalam produksi garam Indonesia membutuhkan biaya besar. Untuk itu, pemerintah mendorong investasi di bidang pergaraman agar produksi nasional meningkat. Hal ini pula yang menjadi amanah Perpres Nomor 126/2022.
Perlu diketahui, garam merupakan salah satu satu dari 21 komoditas terpilih dalam peta jalan investasi hilirisasi strategis 2023-2035.
Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn), Moeldoko, mengatakan saat ini sudah ada beberapa perusahaan dari negara lain yang tertarik untuk berinvestasi di bidang pergaraman. Salah satunya Salt & Hemp, perusahaan asal Korea Selatan yang bergerak di bidang produksi garam industri.
Perusahaan yang berpusat di provinsi Gyeongsang Selatan itu menyatakan tertarik untuk berinvestasi di bidang pergaraman di Indonesia. Bahkan mereka juga menyatakan siap untuk bekerjasama dengan masyarakat dan mengintegrasikan produksinya dengan kantong-kantong produksi garam rakyat.
Baca Juga:Kawasan Rebana Metropolitan: Harta Karun dan Kerusakan Ekologis yang MengkhawatirkanMenilik Jokowi, Megawati, Ganjar-Mahfud di Yogyakarta, SBY Makan Pop Mie Ditemani AHY di Warung
Kim Yong Deok, Chairman Salt & Hemp menawarkan proses produksi garam dengan menggunakan teknologi nano filter, yakni menyedot air laut menggunakan pompa. Air laut tersebut kemudian dialirkan melalui membrane nano filter yang memiliki pori-pori berukuran sangat kecil.