“(McCord) adalah pemilik badan keamanan swasta,” kata Mitchell. “Orang ini dan orang lain yang terlibat tidak beroperasi atas nama kami atau dengan persetujuan kami.”
Woodward dan Bernstein mengetahui berita dari layanan kawat Associated Press itu. Mereka akhirnya berpikir, remahan ocehan resmi tokoh pemerintahan dan para politisi bisa dikantongi dari kantor berita lain. Sedangkan tugas mereka berdua adalah menyisir informasi lain yang lebih dalam.
Mereka mulai mencari tahu siapa James McCord. Mencari alamat dan mendatanginya; menghubungi nomor telepon rumahnya; hingga hingga menemui mantan pengacara James McCord, Harlan A. Westrell. Dari situlah daftar narasumber mengembang.
Baca Juga:Ungkap Alasan Calonkan Anies Baswedan, Surya Paloh: Ada yang Mau Merusak Demokrasi di IndonesiaMantan KSAD Dudung Abdurachman: Jadi kalau Pak Dudung melu Pak Prabowo, melu kabeh
Secara bertahap, profil James McCord didapat: penduduk asli Texas Panhandle; sangat religius, aktif di First Baptist Church of Washington; ayah dari kadet Angkatan Udara Akademi; mantan agen FBI; cadangan militer; mantan kepala keamanan fisik untuk CIA; guru kursus keamanan di Montgomery Junior College; sangat teliti; pendiam; dapat diandalkan.
Empat narasumber menggambarkan McCord sebagai “loyalis pemerintah” yang sempurna. Tentu enggan bertindak atas prakarsanya sendiri, menghormati rantai komando, tanpa bertanya dalam mengikuti perintah. Daftar narasumber makin rumit ketika petugas personalia tempat McCord bekerja memberi 15 nama untuk dihubungi.
Dua reporter itu menghubungi mantan pejabat pemerintahan Nixon dan pejabat Gedung Putih. Hanya mengajak mereka berdiskusi tanpa direkam. Dia juga mencari tahu dari orang-orang yang direkrut sebagai spesialis dalam taktik kampanye Nixon yang bekerja untuk mencegah Demokrat mencuri suara dalam pemilihan presiden. Mereka menelusuri surat-surat, barang bukti, perusahaan tempat orang bekerja, petugas perpustakaan, dan yang paling penting: daftar transaksi keuangan.
Benjamin C. Bradlee, editor eksekutif The Post yang selalu berbicara dengan kaki yang direntangkan di meja kerja, tak terkesan sama sekali dengan kinerja dua reporternya.
“Lain kali bekerjalah lebih keras untuk menggali informasi,” kata Bradlee usai tak mengizinkan naskah Woodward dan Bernstein masuk halaman utama.
Beberapa hari setelahnya, kisah Watergate terhenti. The Post bekerja seperti kebanyakan media lain: fokus pada euforia menjelang Pilpres. Dalam penelitian Louis W. Liebovich, profesor di Universitas Illinois, dalam rentang enam bulan semenjak pembobolan Watergate, The Post telah menayangkan 200 artikel tentang skandal itu. Jumlah itu lebih dari dua kali lipat dari yang ada di New York Times. Hanya The Post yang menuturkan secara runut dengan strategi investigasi.