HASIL pemantauan dari Migrant CARE dan organisasi pekerja migran Indonesia di luar negeri menemukan sejumlah permasalahan signifikan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Pemantauan berfokus pada proses distribusi surat suara pada pekerja migran, memperlihatkan rentetan masalah yang dialami dan ancaman terhadap hak demokrasi masyarakat Indonesia, khususnya pekerja migran di luar negeri.
Pemantauan dilakukan di empat negara dengan jumlah populasi pekerja migran terbanyak, antara lain Hongkong, Taiwan, Singapura, dan Malaysia. Dihimpun langsung dari sejumlah pernyataan kelompok pekerja migran dan aduan terkait pembagian kertas suara di laman media sosial milik PPLN di negara setempat. Pekerja migran Indonesia di negara-negara tersebut berhak mendapatkan surat suara dan terdaftar sebagai DPT LN.
Baca Juga:Buntut Terduga Pencuri Dianiaya hingga Tewas, Kasat Reskrim Polres Ketapang dan Kapolsek Benua Kayong DicopotSinggung KKN di Hajatan Rakyat Cirebon, Ganjar Pranowo: Haram Hukumnya untuk Menyalahgunakan Kekuasaan
Namun dalam kenyataannya mayoritas pekerja migran dipersulit untuk mendapatkan hak untuk memilih dalam kontestasi Pemilu 2024. Dalam pemantauan di media sosial, mayoritas aduan datang dari pekerja migran yang belum kunjung mendapatkan suara menjelang hari pemilihan berlangsung.
”Dalam empat wilayah ini, kesemuanya di dalam komentarnya mengeluhkan hal yang sama, terkait bagaimana suaranya belum terdistribusikan dengan baik ataupun DPT LN-nya juga bermasalah padahal ia sudah mendaftar lebih dahulu” – Ujar Trisna Dwi Aresta, Koordinator Pengelolaan Pengetahuan, Data, dan Publikasi Migrant Care, dikutip, Sabtu (27/1).
Kecurangan pemilu terus menjadi isu serius, terutama dalam konteks pemilu luar negeri. Kecurangan tersebut dapat merusak integritas dan legitimasi proses demokratisasi. Untuk mengatasi hal ini, peran masyarakat sipil sebagai pemantau pemilu luar negeri menjadi semakin krusial.
Pemantauan kelompok masyarakat sipil tidak hanya memberikan transparansi, tetapi juga menjadi benteng utama dalam menjaga keberlangsungan proses demokrasi. Migrant CARE sebelumnya sudah melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi di tahun 2014 tentang DPT Luar Negeri yang seharusnya memiliki hak pemilihan tersendiri dan tidak perlu tergabung dalam wilayah pemilihan Jakarta II.
Hal ini mengingat ada beberapa prinsip yang dilanggar dalam DPT ini, yaitu asas proporsionalitas, integrasi wilayah, berada di daerah wilayah yang sama, konsep kohesivitas, dan konsep penambungan, semuanya tidak tercapai dalam prinsip-prinsip ini mengenai ketetapan daerah pemilihan luar negeri. Namun hingga kini permasalahan tentang DPT luar negeri tidak diindahkan oleh Komisi Pemilihan Umum sendiri.