Atas kebijakan tersebut, Di era Soeharto Inflasi mengalami penurunan dari angka 635,3 persen pada tahun 1966 menjadi 9,9 persen pada tahun 1969. Uang yang beredar pun berkurang dari 763 persen (1966) menjadi 121 (1968). Pengurangan beredarnya uang dilakukan dengan cara menekan penciptaan uang melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan kredit bank.
Selama pemerintahannya, Presiden Soeharto telah berhasil meletakkan kerangka tinggal landas dengan capaian-capaian bidang ekonomi, hal ini dapat dilihat selengkapnya dalam artikel berjudul Prestasi Pembangunan Bidang Ekonomi.
Soeharto: Muslim dan Kejawen Taat
Buku David Jenkins, Young Soeharto: The Making of a Soldier, 1921-1945, menggali masa muda pemimpin Indonesia ini, mungkin penguasa terkuat dalam sejarah Jawa. Biografi ini secara rinci menceritakan kisah seorang remaja, yang tak hanya punya identitas sebagai Muslim, namun juga Kejawen yang taat, di suatu negara yang mengalami islamisasi selama tiga abad terakhir.
Baca Juga:Kepala Otoritas Ibu Kota Nusantara: Target Investasi pada 2024 Capai Rp100 TriliunHary Tanoe Kecewa Tak Bisa Bertemu, Heran Ponsel Aiman Disita
Dalam autobiografi yang terbit tahun 1989, Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan K.H, Soeharto menyebut Daryatmo sebagai “kiai.” Ketika Soeharto berkuasa, dari 1965 sampai 1998, Soeharto biasa menelepon Daryatmo satu kali seminggu dan rutin lakukan tirakat.
Buku David Jenkins ini penting karena mengulas kehidupan Soeharto sebagai penghayat Kejawen, maupun pandangannya terhadap Islam, dan pengalamannya ikut pendidikan polisi dan militer Jepang, dari 1942 hingga 1945, plus peranan Daryatmo dalam proses pengambilan keputusan Soeharto.
Mayor Jenderal Soeharto mulai berkuasa pada 1965 saat terjadi pembunuhan massal yang dilakukan oleh Angkatan Darat, kelompok paramiliter, dan milisi Muslim di Indonesia. Berbagai laporan Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Jakarta mencatat pembunuhan terhadap puluhan ribu orang yang dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia, etnik Tionghoa, serta guru, buruh, aktivis, dan seniman. Soeharto mengambil alih kepemimpinan negara dari Presiden Soekarno serta memimpin Indonesia dengan dukungan militer. Soeharto menindas lawan-lawannya, merebut tanah dengan sumber daya melimpah, dan merampas hak-hak rakyat.
Pada September 1974, ketika Presiden Soeharto mempertimbangkan untuk menyerbu Timor Portugis, dia terbang dari Jakarta ke Dataran Tinggi Dieng, tempat lainnya untuk tirakat. Dia mengundang tamunya, Perdana Menteri Australia, Gough Whitlam, pergi ke Dieng, dimana Soeharto mendatangi gua Semar, buat tirakat. Soeharto memutuskan invasi Timor Portugis setelah bertemu Whitlam, serta Presiden Amerika Serikat Gerald Ford, yang ditemuinya di Jakarta. Invasi tersebut menjadi awal pendudukan Indonesia terhadap Timor Leste, yang mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran pada rakyat Timor.