GENAP 16 tahun, Soeharto, Presiden Indonesia kedua meninggal. Soeharto wafat pada Ahad, 27 Januari 2008 di Rumah Sakit Pusat Pertamina atau RSPP, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, setelah mengalami koma dan menderita tidak berfungsinya beberapa organ tubuh.
Mardjo Soebiandono, kepala tim medis yang menangani Soeharto mengatakan dalam konferensi pers bahwa ia ‘wafat dengan tenang’ pada pukul 13.10 WIB. Soeharto akan dimakamkan di Astana Giribangun dekat Solo di samping jenazah istrinya Siti Hartinah yang maninggal tahun 1996.
Soeharto dilarikan ke rumah sakit tanggal 4 Januari karena kesehatannya memburuk. Setelah situasinya makin kritis, kontroversi tentang proses pengadilan terhadap mantan pemimpin orde baru ini makin meluas.
Baca Juga:Kepala Otoritas Ibu Kota Nusantara: Target Investasi pada 2024 Capai Rp100 TriliunHary Tanoe Kecewa Tak Bisa Bertemu, Heran Ponsel Aiman Disita
Kebanyakan tokoh dan pimpinan politik Indonesia meminta agar Soeharto dimaafkan. Sambil menangis putri Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana berkata di hadapan wartawan, “Bapak telah kembali ke pangkuan Allah S.W.T. Semoga Dia memaafkan semua dosa-dosanya.”
Menurut pantauan di RSPP kala itu, masyarakat mulai mendatangi RSPP dan mencoba melihat jenazah mantan orang nomor satu di Indonesia tersebut. Wartawan terlihat panik dan berhamburan ke belakang rumah sakit untuk memastikan jenazah akan dibawa ke rumah kediaman Soeharto di Jalan Cendana Nomor 6 dan 8, Menteng, Jakarta Pusat.
Beberapa saat setelah RS Pusat Pertamina mengumumkan bahwa Soeharto meninggal dunia, Bupati Karanganyar saat itu beserta segenap Muspida langsung menggelar rapat. Dalam rapat yang khusus membahas persiapan pemakaman Soeharto itu juga dihadiri oleh Bupati Wonogiri, Begug Purnomosidi, juga Sukirno, pegawai Astana Giribangun.
Keesokan harinya, dilakukan upacara bedah bumi yang dipimpin langsung oleh Begug Purnomosidi di Astana Giribangun. Upacara kecil itu sebagai permohonan izin kepada Tuhan yang Maha Kuasa agar arwah HM Soeharto diterima. Setelah itu pun penggalian makam dimulai.
“Hantaman linggis yang pertama menghujam, disusul hantaman yang kedua. Tepat pada hantaman linggis yang ketiga tiba-tiba duarrrrrr. Terdengar suara ledakan yang sangat keras bergema di atas kepala kami,” ujar Sukirno dalam buku ‘Pak Harto Untold Stories’ halaman 344.
Sukirno yang menjadi juru kunci Astana Giribangun menyebut bahwa ledakan keras tersebut tidak mirip suara petir, melainkan lebih mirip suara bom. Namun di sekeliling Astana tidak ada yang porak poranda akibat ledakan keras tersebut.