PENANGKAPAN ikan secara ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU) masih menjadi salah satu ancaman terbesar terhadap ekosistem laut karena potensinya mengganggu upaya nasional dan regional dalam mengelola perikanan secara berkelanjutan serta upaya melestarikan keanekaragaman hayati laut.
IUU fishing mengambil keuntungan dari pemerintahan yang korup dan mengeksploitasi rezim pengelolaan yang lemah, khususnya di negara-negara berkembang yang tidak memiliki kapasitas dan sumber daya untuk pemantauan, pengendalian, dan pengawasan (MCS) yang efektif.
Penangkapan ikan IUU ditemukan di semua jenis dan dimensi perikanan; hal ini terjadi baik di laut lepas maupun di wilayah yurisdiksi nasional, hal ini menyangkut seluruh aspek dan tahapan penangkapan dan pemanfaatan ikan, dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan kejahatan terorganisir.
Baca Juga:PM Republik Demokratik Timor Leste Xanana Gusmao Cium Tangan Menlu Retno MarsudiDonald Trump Jadi Saksi Kasus Pencemaran Nama Baik dan Penyerangan Seksual, Kena Tegur Hakim
Sumber daya perikanan yang tersedia bagi nelayan yang bonafid tersingkir karena penangkapan ikan secara IUU, yang dapat menyebabkan hancurnya perikanan lokal, dan perikanan skala kecil di negara-negara berkembang terbukti sangat rentan.
Produk-produk yang berasal dari penangkapan ikan IUU dapat masuk ke pasar perdagangan luar negeri sehingga menghambat pasokan pangan lokal. Oleh karena itu, penangkapan ikan IUU mengancam mata pencaharian, memperburuk kemiskinan, dan menambah kerawanan pangan.
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat terjadi peningkatan pelanggaran oleh kapal ikan Indonesia dalam rentang waktu 2020 – 2023.
Ketua Tim Kerja Pembinaan dan Pengembangan Pengawasan Sumber Daya Perikanan PSDKP, Hedhi Sugrito Kuncoro mengatakan, selama tahun 2020 pelanggaran atau aktivitas perikanan ilegal yang dilakukan kapal ikan Indonesia sebanyak 35 kasus. Kasusnya meningkat jadi 114 kasus pada 2021, tahun 2022 mencapai 75 kasus, dan tahun 2023 meningkat menjadi 252 kasus.
“Data ini cukup memprihatinkan juga. Kenapa kapal Indonesia melakukan tindakan ilegal? Tentunya dengan berbagai defenisi ilegal,” kata Hedhi dalam Webinar “IUUF Risk Index: Indonesia Dalam Peta Perikanan Global yang diadakan Ocean Solution Indonesia dan Destructive Fishing Watch-Indonesia, Kamis, 25 Januari 2024.
Menurut Hedhi, pelanggaran oleh kapal ikan asing dalam rentetan waktu yang sama malah menurun. Pada tahun 2020 pelanggaran oleh kapal ikan asing mencapai 53 kasus. Jumlah itu berkurang menjadi 52 kasus pada 2021 dan sama-sama 17 kasus pada tahun 2022 dan 2023.