KOALISI Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih mengecam keras pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut seorang presiden hingga para menteri ‘boleh kampanye, boleh memihak’ selama gelaran Pemilihan Umum (Pemilu). Pernyataan yang disampaikan di Landasan Halim Perdana Kusuma tersebut muncul di tengah sorotan soal netralitas kabinet saat ini serta tudingan pemanfaatan fasilitas negara untuk berkampanye.
“Pernyataan ini akan sangat berbahaya bagi berjalannya praktik demokrasi menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024 mendatang. Selain itu, diizinkannya unsur jabatan Presiden dan Menteri untuk melakukan kampanye secara terbuka pun akan menimbulkan conflict of interest dan berimplikasi pada rangkaian praktik kecurangan di lapangan,” kata Dimas, dalam keterangan tertulis, Rabu, 24 Januari 2024.
Menurutnya, presiden selaku kepala negara dan pemerintahan seharusnya bertugas untuk menjalankan mandat konstitusi yang menghendaki agar Pemilu berlangsung secara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain mengontrol bawahannya untuk taat pada konstitusi, keteladanan untuk berbuat fair itu seharusnya dimunculkan oleh Presiden. Sayangnya, lewat berbagai pernyataan dan indikasi, Presiden nampak sangat berpihak pada salah satu Paslon yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Baca Juga:Menlu Retno Marsudi Walk Out Saat Dubes Israel Pidato di Dewan Keamanan PBBPaparkan Kebijakan Strategis Pemerintah, Menko Airlangga Singgung Giant Sea Wall Jaga Keberlangsungan Pulau Jawa
Keberpihakan Presiden tentu tidak dapat dianggap sepele, sebab Presiden memiliki kontrol penuh atas instrumen pertahanan-keamanan yang mana dapat mengarahkan dukungan masyarakat. Dalam beberapa peristiwa pun ketidaknetralan unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) atau perangkat desa tanpa diikuti oleh langkah penegakan hukum. Berbagai indikasi ini akhirnya menciptakan insinuasi bahwa Pemilu memang diselenggarakan secara curang dan berpihak pada salah satu Paslon.
Lebih lanjut, Dimas menilai bahwa statement yang diucapkan oleh Jokowi menunjukan bahwa Presiden memiliki standar moral yang rendah dan tidak memahami etika demokrasi. Penyelenggara negara seharusnya tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik elektoral menjelang Pemilu. Hal tersebut bahkan diatur secara tegas pada Pasal 281 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur pejabat yang kampanye untuk tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya serta menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Dimas menganggap bahwa pernyataan ini akan rawan disalahgunakan, sebab pejabat yang akan ikut kontestasi ataupun mendukung salah satu pasangan calon akan menyalahgunakan kewenangannya sehingga dipastikan terjadi abuse of power. Hal ini bahkan telah terjadi, tercermin dari politik bagi-bagi bantuan sosial (bansos) yang dilakukan para Menteri dalam kabinet seperti halnya Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.