Jika sampah visual atau APK seluruh pelosok negeri ini maka apakah mampu satu tempat yang bernama Parongpong Recycle Center mampu untuk mendaur ulang? Pasti tidak akan mampu, Indonesia terdapat 416 kabupaten dan 98 kota, diasumsikan 1 kabupaten/kota dirata-ratakan menghasilkan sampah visual sebanyak 200 ton, maka akan menghasilkan sampah sebesar 102.800 ton sampah visual.
Spanduk visual flexy berbahan dasar PVC (Poly Vinyl Chloride), sejenis plastik yang merupakan polimer sintetis yang sangat sulit diurai, dan akan terurai dalam puluhan atau ratusan tahun.
Jika dibakar akan menghasilkan emisi beracun yang berdampak buruk pada kesehatan manusia. Satu baliho yang berukuran 3 x 6 meter, maka satu plastik baliho dengan berat 10,8 kilogram akan menghasilkan emisi 32,4 kilogram setara karbondioksida atau CO2.
Baca Juga:Airlangga Hartarto Paparkan Patimban Berikan Dampak Signifikan pada Kawasan Metropolitan RebanaPesawat Pembawa Pekerja Perusahaan Tambang Rio Tinto Jatuh
Pemilu 2029 harus dapat mengubah konsep kampanye konvensional menjadi Green Champaign dengan membatasi penggunaan APK yang berbahan dasar plastik atau PVC dan baik setiap paslon Presiden dan Wakil Presiden, Calon Legislatif dari Pusat sampai dengan Daerah Tingkat I atau II , serta para calon senator (DPD).
Dan semua jajaran pemrintahan dari tingkat Pusat sampai dengan Daerah, sepakat dan komitmen untuk menegakkan regulasi tentang aturan pembatasan penggunaan APK dan pemasangannya, yang berkaitan dengan jumlah, tempat pemasangan dan ukurannya. Seperti yang pernah kita ketahui bahwa pemasangan APK juga pernah membawa korban meninggal dunia siswi SMK di Kebumen meninggal akibat tertimpa APK dan tertabrak kendaraan.
Bagaimana dengan kondisi di Indonesia saat Ini?
Sayangnya kondisi lingkungan hidup di Indonesia dalam keadaan yang sangat tidak baik-baik saja. Hutan di Kalimantan hingga Papua masih terus mengalami eksploitasi dan penghancuran oleh korporasi, yakni berupa penggundulan hutan untuk dialihkan menjadi industri ekstraktif.
Aktifitas industri ekstraktif yang mengeksploitasi alam ini bukan hanya berdampak pada menyusutnya hutan yang berfungsi sebagai penyerap emisi karbon dioksida, namun sekaligus ikut memperparah laju pemanasan global dan mengancam sumber penghidupan puluhan juta masyarakat adat.
Dari riset yang telah dilakukan oleh WALHI didapatkan data bahwa lahan seluas 159 juta hektar sudah terkapling dalam ijin investasi industri ekstraktif. Luas wilayah daratan yang secara legal sudah dikuasai oleh korporasi yakni sebesar 82.91%, sedangkan untuk wilayah laut sebesar 29.75%.