Dikutip dari Blog Kamus Cambridge, greenflation diartikan sebagai ‘kenaikan harga akibat peralihan ke ekonomi hijau’. Kenaikan harga terjadi karena perusahaan mengeluarkan dana lebih untuk melakukan transisi energi. Sebab biaya untuk penggunaan energi hijau dinilai masih lebih mahal daripada fosil.
Mengutip pertanyaan seorang ekonom iklim dari Columbia Business School, Gernot Warner, greenflation merujuk pada kenaikan harga dan krisis tenaga kerja yang terjadi seiring dengan transisi ramah lingkungan.
Mengutip BNP Paribas, inflasi hijau mengacu pada inflasi yang terkait dengan kebijakan publik dan swasta yang diterapkan sebagai bagian dari transisi hijau.
Baca Juga:Kasus Pembunuhan Mahasiswi, Berkenalan di Aplikasi Line 4 Bulan Kenalan Janjian Ketemuan, Begini KronologinyaOrganisasi Para Pengusaha, Kota Cirebon Kini Dipimpin Agus Subiyakto, Intip Sejarah Apindo
Sementara Euronews menyebut green inflation sebagai kenaikan harga barang akibat dari kebijakan lingkungan yang dibuat demi mengusung transisi ke energi hijau.
Krisis iklim membuat banyak negara berlomba menerapkan gaya hidup berkelanjutan yang lebih ramah lingkungan. Namun, upaya-upaya memperlambat krisis iklim rupanya memiliki tantangan tersendiri di sektor ekonomi, yaitu potensi kenaikan harga bahan seperti logam, mineral seperti lithium, dan sumber daya lain seperti tenaga kerja, energi dan bahan bakar yang digunakan dalam penciptaan teknologi dan proyek energi terbarukan.
Sederhananya, green inflation merupakan istilah yang menggambarkan naiknya harga barang ramah lingkungan akibat tingginya permintaan terhadap bahan bakunya, namun pasokannya tidak mencukupi. Sehingga, transisi energi bisa berimbas pada inflasi dan inilah mengapa green inflation merupakan konsekuensi yang tidak diinginkan dari keinginan beralih ke energi baru terbarukan (EBT).
Peneliti ekonomi dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafitrandi menuturkan, pemberian insentif kepada barang atau teknologi untuk transisi energi dapat mencegah terjadinya inflasi hijau.
“Kalau untuk Indonesia salah satu cara yang dapat meredam green inflation adalah pemerintah dapat memfasilitasi bagaimana tarif impor lebih murah untuk barang atau teknologi untuk energi baru terbarukan dibuat semakin murah, hal ini dikarenakan kita memiliki tarif impor yang cukup tinggi untuk barang-barang ramah lingkungan,” kata Dandy, dikutip Antara.
Dandy menjelaskan, tren green inflation tidak hanya terjadi di Indonesia saja, melainkan di tingkat global juga dan ini menjadi sesuatu yang ditakutkan oleh pemerintahan di seluruh dunia apabila transisi energi tidak dilakukan secara hati-hati maka bisa menimbulkan biaya (cost) yang berlebih khususnya kepada konsumen.