“BAGAIMANA cara mengatasi green inflation?” pertanyaan tersebut keluar dari mulut Gibran Rakabuming Raka di tengah debat calon wakil presiden akhir pekan kemarin, ditujukan kepada Mahfud MD.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Mahfud mengatakan inflasi hijau berkaitan dengan ekonomi hijau atau ekonomi sirkuler. Dalam kesempatan menjawab itu, Cawapres nomor urut tiga ini juga menyebut orang Madura sebagai pelopor pertama ekonomi hijau atau ekonomi sirkuler. Ini karena masyarakat Madura telah mengolah hasil mengumpulkan sampah dan plastik.
Menurut Gibran jawaban Mahfud tidak sesuai dengan pertanyaan yang ia lontarkan. Wali Kota Surakarta ini malah memberikan gestur yang kemudian dianggap sebagian orang minim etika.
Baca Juga:Kasus Pembunuhan Mahasiswi, Berkenalan di Aplikasi Line 4 Bulan Kenalan Janjian Ketemuan, Begini KronologinyaOrganisasi Para Pengusaha, Kota Cirebon Kini Dipimpin Agus Subiyakto, Intip Sejarah Apindo
Gibran kemudian menjelaskan maksud pertanyaannya soal green inflation. Ia menyinggung demo rompi kuning yang ada di Prancis, yang menurutnya berbahaya dan diharapkan tidak terjadi di Indonesia.
“Transisi menuju energi hijau itu harus super hati-hati, jangan sampai membebankan RnD (Research and Development) yang mahal, proses transisi yang mahal ini, kepada masyarakat kecil. Itu maksud saya inflasi hijau Prof Mahfud,” kata Gibran menjelaskan.
Momen ketegangan antara Gibran dan Mahfud dalam debat cawapres 2024 ke-2 itu lantas viral di media sosial. Hal itu juga menarik perhatian publik terkait apa sebetulnya peristiwa demo rompi kuning di Prancis serta kaitannya dengan greenflation yang diklaim Gibran.
Demo rompi kuning adalah peristiwa demo besar yang terjadi di Prancis pada penghujung 2018. Mengutip dari France 24, peristiwa menyebabkan sekitar 58.600 orang turun ke jalanan Prancis untuk melakukan aksi protes menggunakan rompi kuning.
Rompi kuning yang dimaksud adalah rompi berwarna kuning neon. Berdasarkan undang-undang di Prancis setiap pengendara wajib memiliki rompi kuning neon di kendaraan mereka. Jaket ini wajib dikenakan oleh para pengendara jika terjadi situasi darurat.
Hal ini kemudian menjadi simbol betapa daruratnya kondisi Prancis saat itu. Situasi yang disebut darurat itu terjadi tidak lama setelah kenaikan harga bahan bakar ditetapkan di era pemerintahan Presiden Emmanuel Macron.
Masyarakat mengklaim bahwa kenaikan harga bahan bakar pada 2018 tidak proporsional. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya biaya hidup sebagian besar orang.