GREEN Inflation ramai diperbincangkan. Istilah tersebut muncul saat ditanyakan oleh Gibran kepada Mahfud MD pada saat debat keempat Calon Wakil Presiden (Cawapres). Adapun isu tersebut menjadi perhatian besar bagi beberapa negara termasuk Indonesia.
Green inflation menjadi isu besar karena beberapa negara terdapat kekurangan pasokan minyak dan gas alam secara global dan adanya dorongan untuk mengganti komoditas-komoditas tersebut.
Dalam Pidato oleh Isabel Schnabel, Anggota Dewan Eksekutif ECB (European Central Bank) , pada panel “Kebijakan Moneter dan Perubahan Iklim” di Konferensi ECB dan Pengawasnya XXII, Frankfurt 22 Maret 2022.
Eropa dan dunia sedang menghadapi momen penting.
Baca Juga:Klaim Tak Salah Ambil Data, Mahfud MD Paparkan Asal Angka DeforestasiMenlu Arab Saudi Ungkap Tidak Akan Normalisasi Hubungan dengan Israel Tanpa Terbentuknya Negara Palestina
Ketika tragedi kemanusiaan di Ukraina terjadi di depan mata kita, melonjaknya harga komoditas mendorong inflasi di banyak negara ke tingkat tertinggi dalam lebih dari 40 tahun, sehingga menyerukan adanya perubahan dalam kebijakan energi.
Saat ini, ketergantungan masyarakat dunia pada sumber energi fosil tidak hanya dianggap sebagai bahaya bagi planet bumi, namun juga semakin dipandang sebagai ancaman terhadap keamanan nasional dan nilai-nilai kebebasan, kebebasan dan demokrasi.
Mempercepat transisi menuju energi terbarukan adalah tugas saat ini mengingat ancaman-ancaman ini. Setiap panel surya yang terpasang, setiap pembangkit listrik tenaga air yang dibangun, dan setiap turbin angin yang ditambahkan ke jaringan listrik membawa kita selangkah lebih dekat menuju kemandirian energi dan perekonomian yang lebih ramah lingkungan.
Energi terbarukan adalah “energi kebebasan”, seperti yang dikatakan Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner baru-baru ini. Teknologi dan fasilitas baru untuk energi terbarukan merupakan investasi masa depan kita.
Saat ini, biaya listrik dari sumber terbarukan jauh lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik konvensional. Kemajuan teknologi lebih lanjut berarti bahwa, pada tahun 2040, biaya sistem fotovoltaik kecil diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan biaya pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Dan ketika permintaan energi semakin dapat dipenuhi dengan energi terbarukan, rumah tangga akan mendapatkan keuntungan dari harga listrik akan menjadi lebih rendah.
Namun, transisi ke kondisi stabil baru ini tidak terjadi secara gratis.
Baca Juga:Cak Imin dan Mahfud Bilang Food Estate Gagal, Menteri Pertanian Bantah: Bukan Proyek Instan Butuh ProsesMahfud MD Sebut Angka Deforestasi di Indonesia Capai 12,5 Juta Hektar, Menteri LHK: Data Itu Salah
Ada harga yang harus dibayar untuk melakukan tindakan ramah lingkungan dengan kecepatan yang mencerminkan tujuan ganda, yaitu melindungi planet bumi dan hak masyarakat dunia untuk menentukan nasib sendiri. Namun harga tersebut, termasuk dukungan fiskal yang diperlukan untuk melindungi anggota masyarakat yang paling rentan, layak untuk dibayar.