AHLI hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menanggapi narasi Petisi 100 yang ingin memakzulkan Presiden Joko Widodo sebagai langkah yang inkonstitusional.
Yusril menyebutkan bahwa proses pemakzulan harus dimulai dari DPR yang mengeluarkan pernyataan pendapat bahwa Presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 45, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden.
“Tanpa uraian yang jelas aspek mana dari Pasal 7B UUD 45 yang dilanggar presiden, maka langkah pemakzulan adalah langkah inkonstitusional,” kata Yusril dalam keterangan tertulis, Minggu (14/1).
Baca Juga:Ramalan Bank Dunia, Ekonomi Indonesia 2024 WaspadaKasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan, Testimoni-Testimoni Penabuh Fakta
Ketua Umum PBB yang masuk barisan Koalisi Indonesia Maju itu mengingatkan bahwa mustahil proses pemakzulan dapat dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan.
Ia menyebutkan proses pemakzulan sebagai proses panjang dan memakan waktu. Menurutnya proses pemakzulan paling singkat memakan waktu enam bulan sehingga bakal melewati proses Pemilu 2024.
Yusril mewanti-wanti pemakzulan itu membawa kondisi pemerintahan menjadi chaos karena kekosongan kekuasaan selain adanya kegaduhan yang luar biasa.
“Bisa-bisa pemilu pun gagal dilaksanakan jika proses pemakzulan dimulai dari sekarang. Akibatnya, 20 Oktober 2024 ketika jabatan Presiden Jokowi habis, belum ada presiden terpilih yang baru. Negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan,” ia mengingatkan.
Wakil Ketua Umum TKN Prabowo-Gibran itu juga merasa heran karena para tokoh Petisi 100 alih-alih ke DPR tapi malah menemui Menko Polhukam Mahfud MD yang juga cawapres nomor urut 03.
“Seharusnya mereka menyambangi fraksi-fraksi DPR kalau-kalau ada yang berminat menindaklanjuti keinginan mereka agar segera dilakukan langkah-langkah pemakzulan,” ujar mantan Menteri Sekretaris Negara itu.
Menurut Yusril, Mahfud juga telah menegaskan bahwa pemakzulan bukanlah urusan Menko Polhukam.