Keempat, selain melakukan reformasi total pengawasan di internal lembaga, KPK juga harus memastikan rekrutmen pegawai mengedepankan nilai integritas. Kurnia mewanti-wanti agar tidak sampai orang-orang yang masuk dan bekerja justru memanfaatkan kewenangan untuk meraup keuntungan secara melawan hukum.
“Seperti yang saat ini tampak jelas dalam peristiwa pungli di rutan KPK,” ujarnya.
Terpisah, anggota Dewas KPK, Albertina Ho menegaskan 93 orang pegawai KPK bakal menjalani sidang kode etik. Hanya saja, Albertina meluruskan tidak semuan 93 orang pegawai itu berurusan dengan dugaan penerimaan uang dari pungli di Rutan KPK.
Baca Juga:Suzuki Jimny Siera 5 Pintu di Tokyo Auto Salon 2024Hyundai Motor Pamer Taksi Udara Listrik
“Macam-macam kan, bukan hanya menerima, sebagai pimpinan, misalnya, tidak bisa melakukan pembinaan, kan etik macam-macam,” ujarnya dikutip dari Antara.
Albertina menjelaskan ada berbagai tingkatan dugaan pelanggaran kode etik yang membuat pegawai KPK harus disidang oleh Dewas KPK. Menurutnya diduga dalam arti etik perlu dilihat pasal mana yang dilanggar. Albertina menegaskan, sidang etik bakal digelar pada Januari 2024.
Hanya saja perempuan berlatar belakang profesi hakim itu belum dapat memastikan tanggal digelarnya sidang etik bagi 93 orang pegawai KPK tersebut. Lebih lanjut Albertina mengatakan, fokus pada sidang kode etik bukan berapa besaran uang yang diterima para pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Tapi soal integritas pegawai KPK dalam melaksanakan tugas jabatannya.
“Kalau kami tidak memperhatikan jumlah berapa kalau itu kan masalah pidana. Kalau kami dari etik kami lihat integritas-nya, dia menerima sesuatu yang bukan haknya, menyalahgunakan wewenang dia sebagai pegawai rutan itu sudah jadi masalah kan untuk etik,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, ihwal terbongkarnya praktik pungli puluhan pegawai Rutan KPK bermula dari pengusutan dugaan pelanggaran kode etik terkait perbuatan asusila petugas KPK dengan istri seorang tahanan. Dari sana, Dewas kemudian menemukan indikasi adanya pungli yang marak terjadi di rutan KPK.
Modusnya pun terbilang profesional, karena aliran dana tidak secara langsung mengalir ke rekening pelaku, melainkan berlapis atau menggunakan pihak lain. Penelusuran ini kemudian menemui titik terang setelah KPK mendapatkan laporan dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (*)