Selama mengemban posisinya sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia dinilai tidak maksimal dalam menjalankan dialog inklusif yang dijanjikan sejak awal tahun agar bisa mempertemukan berbagai pihak terkait penyelesaian kekerasan yang kerap terjadi oleh militer junta.
Akan tetapi, hasil dari dialog inklusif tersebut tidak pernah memunculkan tanduknya pada permukaan apakah sudah dilakukan atau tidak dan berhasil mengurangi angka kekerasan dan korban jiwa yang ditelan oleh militer junta.
Salah satu contoh kasus adalah di saat warga Myanmar yang terdampak oleh Badai Mocha yang terjadi pada Mei 2023 dimana badai ini merenggut 145 nyawa dan memperburuk isu pengungsi.
Baca Juga:BMKG Dorong Perkuat Knowledge Management Bencana Alam di IndonesiaWakil Menteri Pertahanan Angkat Bicara Soal Pembelian Pesawat Tempur Bekas
Militer junta saat itu tidak memperbolehkan untuk memasukkan bantuan luar negeri kepada para korban, termasuk bantuan dari PBB. Namun, Indonesia sebagai kepala ASEAN tidak menyiasati sebagai jembatan komunikasi agar bala bantuan mendatangi korban secepatnya.
Pola komunikasi atau dialog inklusif juga dipertanyakan sebagai standar ganda di saat militer junta yang masih diperbolehkan untuk mendatangi beberapa forum kawasan seperti pertemuan antar menteri pertahanan dimana militer junta ditemukan sebagai salah satu panitia utama dari kerjasama anti-terorisme di dalam forum tersebut.
Padahal, Indonesia memiliki opsi lain untuk mendatangkan pemerintah prodemokrasi National Unity Government of Myanmar sebagai salah satu ambassador untuk pembebasan warga Myanmar dalam kekerasan junta.
Eskalasi Konflik Horizontal kepada Pengungsi Rohingya
Isu penting lainnya yang tidak tampak yaitu isu keberpihakan ketiga Capres kepada salah satu kelompok yang paling rentan yaitu Pengungsi Rohingya yang sejak akhir tahun 2023 mendapatkan rangkaian ujaran kebencian dan tindakan pengusiran paksa.
Krisis kemanusiaan di Rakhine Myanmar yang tidak kunjung menemui titik temu telah membuat etnis Rohingya harus mengungsi ke negara-negara lain, salah satunya Indonesia. Isu pengungsi dibarengi dengan ujaran kebencian yang masif berdampak pada situasi di tengah masyarakat yang mengkhawatirkan akan menimbulkan konflik horizontal.
Dalam isu hubungan Internasional, para Capres sayangnya terkesan menghindari membahas persoalan ini seminimal mungkin mengedukasi masyarakat dengan informasi yang benar terkait krisis kemanusiaan di Myanmar dan berita yang memperburuk situasi tentang Pengungsi Rohingya.