Selain nilai agregat yang meningkat selama tahun politik ini, PPATK juga berfokus pada laporan transaksi keuangan mencurigakan yang diduga terkait dengan tindak pidana tertentu. Contohnya, orang yang sudah terindikasi korupsi tercatat transaksinya meningkat tajam selama pemilu. Laporan transaksi mencurigakan ditemukan PPATK dari 100 caleg dengan nilai total Rp 51 triliun.
Beberapa kasus terkait dengan transaksi mencurigakan caleg yang ikut dalam kontestasi Pileg 2024 itu juga sudah diserahkan kepada aparat penegak hukum. Sejumlah nama yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT) pileg 2024 ada yang terkait dengan bisnis perjudian Rp 3,1 triliun, kasus penambangan ilegal Rp 1,2 triliun, kasus lingkungan hidup lainnya Rp 264 miliar, kasus penggelapan Rp 238 miliar, dan kasus narkotika Rp 136 miliar.
”Itu semua sudah kami sampaikan kepada aparat penegak hukum. Pada tahun 2023 lalu, ada 3 laporan kami serahkan kepada Bawaslu, 5 kasus diserahkan ke Polri, 9 kasus ke KPK, 1 kasus ke KLHK, 4 kasus ke Kejaksaan Agung, 6 kasus ke Badan Narkotika Nasional (BNN), dan 11 kasus ke Bawaslu,” kata Ivan.
Baca Juga:Prabowo: Luar Biasa, Saya Terima Nilai 11 dari Orang yang Saya Beri Kebaikan, Kalau dari Ente Mah, Emang Gue Pikirin?Mengungkap Skandal Uji Tabrak Industri Otomotif
Khusus untuk laporan yang sudah disampaikan kepada aparat penegak hukum ataupun Bawaslu, Ivan menyebut, data dari PPATK sangat detail. Namun, apakah kemudian laporan itu mudah atau tidak ditindaklanjuti, hal itu merupakan ranah dari aparat penegak hukum.
Ia menyampaikan tugas dari PPATK adalah menjaga agar proses demokrasi tidak tercemari dari uang yang berasal dari tindak pidana. PPATK tidak masuk ke ranah politiknya, tetapi hanya berfokus bagaimana menjaga agar pemilu tidak dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku tindak pidana.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemilihan Umum meminta 18 partai politik Peserta Pemilu 2024 memperbaiki laporan awal dana kampanye (LADK). Dari pencermatan terhadap LADK, tidak ada satu pun laporan yang dinyatakan lengkap dan cakupan informasinya sesuai dengan ketentuan, bahkan 199 calon anggota legislatif tidak menyampaikan LADK. Bahkan, ada parpol yang melaporkan pengeluaran kampanyenya baru Rp 180.000, yaitu Partai Solidaritas Indonesia. Hal itu dinilai sebagai salah satu indikator yang menunjukkan ketidakseriusan parpol dalam melaporkan dana kampanye.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, dari hasil pencermatan terhadap kelengkapan dokumen dan cakupan informasi LADK, tidak ada satu pun LADK dari 18 parpol yang status penerimaannya dinyatakan lengkap. Seluruhnya belum melengkapi dokumen penerimaan dan pengeluaran dana kampanye calon anggota legislatif (caleg). Sebab, dana kampanye caleg menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dana kampanye parpol yang harus dilaporkan dalam LADK.