PENELITI kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai aksi polisi dalam menangkap Saipul Jamil menunjukkan arogansi yang mengarah pada premanisme. Sebab, aparat dinilai melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa koridor aturan.
“Video kasus penangkapan SJ tersebut petugas kepolisian jelas-jelas melanggar SOP dan mempertontonkan kearoganan. Karena tidak memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Perkap 12 tahun 2009,” kata Bambang dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/1).
Penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap Saipul Jamil menyalahi Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Polri.
Baca Juga:Ada Rahasia Negara yang Tidak Bisa Dibuka, Ada Data yang Harus Dikecualikan?Disebut Anies Punya Lahan 340 Hektar, Berikut Rincian Menurut LHKPN Luas Tanah Prabowo Periode 2003-2023
Bambang menjelaskan, dalam Perkap tersebut diatur dua jenis penangkapan, yakni dalam Pasal 71 ayat 1 soal tertangkap tangan dan Pasal 72 terkait penangkapan seorang yang sudah dijadikan tersangka.
“Sesuai Pasal 71 yang menjelaskan tentang istilah tertangkap tangan, rombongan SJ (Saipul Jamil) dalam video tersebut tidak sedang melakukan transaksi pelanggaran narkoba seperti yang dituduhkan,” ungkap Bambang.
Bambang menilai memang bisa saja rombongan Saipul Jamil membawa narkoba, namun bukan jadi pembenaran ditangkap dengan cara-cara kasar dan arogan seperti itu.
Sedangkan bila mengacu Pasal 72, kata dia, cara penangkapan dalam video juga tidak sesuai karena penyidik harus memiliki bukti-bukti lebih dulu, dan harus melalui proses pemanggilan. Selain itu, penangkapan harus dilakukan secara sopan dan humanis seperti diatur dalam KUHAP.
“Dalam video penangkapan SJ tersebut, polisi tidak sedang melakukan razia, dan tidak ada yang berseragam yang menunjukkan atribut kepolisian, jadi layaklah perilaku oknum-oknum tersebut disebut sebagai premanisme,” tambahnya.
Bambang tegas menyatakan tindakan itu tidak dibenarkan karena menjauh dari prinsip-prinsip kemanusiaan. Semua warga negara memiliki hak aman dan nyaman, serta jauh dari ketakutan baik akibat kejahatan maupun arogansi aparat penegak hukum.
“SJ bukan residivis atau masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kepolisian yang penetapannya juga harus mengikuti aturan. Modus penangkapan seperti itu memang sudah seringkali dilakukan aparat, terutama dalam kasus terorisme,” jelasnya. (*)