Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan mengkritik anggaran Kementerian Pertahanan. Ia menyinggung terkait anggaran Rp 700 triliun yang ia sebut untuk membeli alat-alat alutsista bekas.
Hal itu disampaikan Anies saat memaparkan visi misinya pada Debat Ketiga Pilpres 2024, di panggung debat Istora Senayan, GBK, Jakarta, Minggu (7/1).
“Dan Rp 700 triliun anggaran Kementerian Pertahanan tidak bisa mempertahankan itu, justru digunakan untuk membeli alat-alat Alutsista yang bekas di saat tentara kita lebih dari separuh tidak memiliki rumah dinas, sementara menterinya punya Pak Jokowi punya lebih dari 340 hektar tanah di Republik ini, ini harus diubah,” katanya.
Baca Juga:Haris Azhar-Fatia Divonis Bebas, Luhut Hormati Keputusan Hakim Tapi Sayangkan Soal IniHaris Azhar-Fatia Divonis Bebas dalam Kasus Ada Lord Luhut di Balik Operasi Militer di Papua
Timnas Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) lalu meluruskan pernyataan Anies soal anggaran Rp 700 triliun Kementerian Pertahanan (Kemenhan) digunakan membeli alutsista bekas. Timnas AMIN menjelaskan itu anggaran Kemhan selama 5 tahun bukan pembelian alutsista bekas.
“Jadi sebelum masuk ke situ kan Rp 700 T itu kan sebenarnya data anggaran Kemhan ya selama 5 tahun ya. Kalau kemarin kan Tempo juga sempat lakukan fact check, beberapa media lakukan fact check. Bahwa anggaran terakhir 2021 apa 2020 cuma Rp 131 T jadi yang Rp 700 T saya luruskan dari awal disclaimer bahwa itu anggaran 5 tahun selama 2019-2024,” kata juru bicara Anies Baswedan, Billy David, kepada wartawan, Senin (8/1/2024).
Billy mengatakan ada dua alasan soal ketidakterbukaan Prabowo soal anggaran tersebut selain bersifat rahasia. Pertama, proses legislasi Komisi I DPR yang beberapa kali dilakukan secara tertutup dengan Kemhan.
“Dan kalau proses keterbukaan itu ada dua hal yang pertama ketika Pak Prabowo saya kutip pernyataannya bahwa ada 2 alasan kenapa itu nggak dibuka selain bersifat rahasia. Yang pertama tentang proses legislasi di Komisi I, kita beberapa kali ingat dengan mudah sekali menemukan bahwa beberapa kali pertemuan Komisi I dengan Kemhan dilakukan secara tertutup,” katanya.
“Bahkan hasilnya pun saya belum dalami detil tetapi saya rasa juga sebenarnya tidak bisa terbuka itu diakses oleh publik, itu yang pertama,” tambahnya.
Kedua, partai politik di dalam Komisi I DPR yang disebutkan Prabowo saat debat itu merupakan proses legislasi. Menurutnya, hal ini lebih baik dikomentari oleh para partai politik.