SEANTERO jalan protokol nyaris tak ada celah yang tak ditutupi oleh poster maupun baliho bergambar calon anggota legislatif atau caleg. Bahkan pohon-pohon yang masih menjadi bagian dari makhluk hidup juga harus terkena paku demi gambar caleg yang belum tentu menang di surat suara. Bila tidak gambar caleg, maka bisa dipastikan gambar capres/cawapres atau logo partai sepaket dengan jargon-jargonnya.
Pemandangan itu, bagi masyarakat, menjadi pertanda bahwa musim kampanye sudah tiba. Namun sayangnya, perstiwa lima tahunan itu kerap dinodai dengan baliho yang dipasang secara serampang. Ada yang di fasilitas umum, kendaraan umum, bahkan rumah pribadi yang pemilik rumahnya kerap kali tak tahu rumahnya dipasang stiker caleg dari partai tertentu.
Sayangnya, di masa kampanye para kontestan ini lebih sering tak acuh dengan dampak yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut.
Baca Juga:Adu Gagasan Dibarengi Ketegangan Antarcalon Presiden, Berikut Intisari Debat Pilpres ke-3Soroti Anies Baswedan, Media Inggris Bilangnya Begini
Masa kampanye seringkali menimbulkan keresahan dari sebagian masyarakat. Alasannya adalah karena kampanye Pemilu kerap mengabaikan dampak terhadap lingkungan. Salah satunya adalah pendistribusian alat peraga kampanye secara masif di berbagai pelosok negeri, padahal ujung-ujungnya bisa berakhir di tempat sampah.
Seperti yang kita ketahui, di masa kampanye para politisi melakukan distribusi besar-besaran bahan dan alat peraga kampanye, seperti spanduk, brosur, baliho, pamflet, dan lain-lain. Tapi mereka seringkali lupa bahwa bahan-bahan ini kebanyakan tidak ramah lingkungan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa alat peraga kampanye berbahan plastik tidak mudah terurai. Belum lagi selebaran serta pamflet berbahan kertas yang dibuang sembarangan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, terutama di area perkotaan.
Pertanyaan yang kemudian selalu muncul di setiap masa kampanye adalah mau dikemanakan alat peraga yang sudah tidak terpakai tersebut setelah periode kampanye usai. Karena, hampir pasti alat peraga kampanye itu berujung menjadi sampah lantaran tidak mungkin dipakai berulang untuk kampanye selanjutnya.
Tak hanya berakhir di tempat sampah, alat peraga kampanye juga acapkali merusak keindahan lingkungan. Ini bisa dilihat dari banyaknya alat peraga kampanye yang dipasang tidak beraturan di pinggir jalan, serta dipasang dengan menempelkan di pohon-pohon.