Berdasarkan perhitungan Forest Digest, membakar atau mengolah 1 kilogram minyak menghasilkan 3 kilogram karbondioksida (CO2).
“Maka, tiap membuat satu kantong plastik akan menghasilkan emisi karbon sebanyak 6 kilogram setara CO2. Sementara, berat rata-rata satu kantong plastik antara 8-60 gram,” tulis laporan tersebut, Minggu 26 Februari 2023.
Alhasil, berdasarkan perhitungan tersebut, dapat disimulasikan: jika 1 x 1 meter baliho beratnya 300 gram, maka emisi karbon yang dihasilnya kira-kira 1 kilogram setara CO2.
Baca Juga:PNS 30 Tahun Lebih Alasan Hakim Ringankan Hukuman, Divonis 14 Tahun Penjara, Rafael Alun Trisambodo: Pikir-pikir Yang MuliaSudah Ada Media Sosial Mengapa Baliho Perlu? Saat Kampanye Hanya Jadi Sampah Visual
Sementara diketahui, baliho kampanye rata-rata berukuran 3 x 6 meter. Maka, satu plastik baliho tersebut berasal dari 10,8 kilogram minyak bumi dan menghasilkan emisi 32,4 kilogram setara CO2.
Jumlah total emisi karbon yang seorang politisi hasilkan tinggal mengalikannya dengan jumlah baliho yang ia pasang di seluruh Indonesia. Jika seorang politisi rata-rata memasang baliho 1.000 per provinsi, ia akan menyebar dan memasang 34.000 baliho. Emisi karbonnya kira-kira sebanyak 1.101,6 ton setara CO2. Luar biasa bukan?
“Perkiraan emisi karbon ini baru dari prediksi jumlah emisi yang dikonversi dari minyak bumi menjadi plastik. Sementara dalam proses produksinya, baliho juga menghasilkan emisi lain seperti hidrofluorokarbon (HFCs) atau metana,” tulisnya.
HFCs adalah gas rumah kaca kedua paling kuat dalam mencederai atmosfer bumi, yakni 11.700 kali lebih kuat daripada karbondioksida.
Bahkan, menurut survei Litbang Kompas, baliho sudah tidak relevan lagi digunakan sebagai media kampanye. Ia tidak memiliki dampak yang signifikan dalam meningkatkan elektabilitas seorang politisi. Bahkan, tidak sedikit responden yang menganggapnya sebagai pencitraan saja.
Hal serupa ditegaskan oleh Chief of Consultant Cyrus Network, Hafizhul Mizan Piliang. Ia menyimpulkan, bahwa seandainya seorang politisi yang pasang baliho ternyata naik elektabilitasnya, ini bukan karena baliho itu sendiri melainkan ada variabel lain.
“Baliho itu ‘kan cuma strategi untuk menghasilkan efek ‘Oh’. Jika mau itu efektif ya harus dibarengi dengan usaha lain berupa membuat statement lanjutan, kunjungan publik, sumbangan ini-itu, atau viral karena sesuatu hal,” paparnya.
Baca Juga:Adu Gagasan Dibarengi Ketegangan Antarcalon Presiden, Berikut Intisari Debat Pilpres ke-3Soroti Anies Baswedan, Media Inggris Bilangnya Begini
Selain jadi sampah, kemunculan baliho-baliho politik ini cukup mengganggu masyarakat. Di Purwakarta, misalnya, kemunculan alat peraga kampanye (APK)—yang bahkan terpasang jauh sebelum pemilu—ini hanya mengotori ruang publik.