Moderator 1: “Harap tenang! Kita lanjutkan. Kita beri kesempatan kepada bapak Mahfud MD untuk menanggapi. Waktunya 1 menit. Silakan, Bapak!”
Mahfud MD: “Ya, Mas Gibran yang terhormat. Apa, sih, perbedaan antara penerimaan pajak dan tax ratio? Anda bicara 23 persen. 23 persen dari apa ini? Kalau Anda bicara bahwa beda antara penerimaan pajak dan tax ratio atau rasio pajak. Kan kalau persen kaitannya dengan PDB. Apa 23 persen dari APBN atau apa? Kalau 23 persen dari APBN, itu salah. Karena sekarang saja sudah 82 persen, dengan tax ratio sekarang hanya 10,5, sumbangan terhadap APBN itu 20 persen. Saya ingin tanya, 23 persen itu dari apa? 23 persen dari PDB? Atau dari APBN? Atau apa? Untuk menaikkan pajak. Hati-hati, lho! Rakyat itu sensitif kalau pajak dinaikkan. Karena kita sudah berkali-kali menawarkan tax amnesty juga enggak jelas hasilnya. Kemudian, insentif pajak sudah ditawarkan oleh pemerintah, tapi ndak ada yang mau karena diperas-peras juga. Jadi alat nego di kantor pajak. Nah, oleh sebab itu, ini harus jelas. 23 persen dari apa?
Moderator 2: “Mohon tenang, masih lanjut, masih lanjut. Silakan!”
Gibran: “Pak, yang saya klarifikasi tadi adalah, tax ratio dan menaikkan pajak itu beda. Kita ini tidak ingin berburu di dalam kebun binatang. Kita ingin memperluas kebun binatangnya. Kita tanami, binatangnya kita gemukkan. Artinya apa? Membuka dunia usaha baru. Sekarang NPWP. Yang punya NPWP ini baru 30 persen. Artinya apa? Kita harus melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi. Saya tahu, pasti pada negative thinking. Tidak, kita tidak akan memberatkan UMKM. Yang di bawah omsetnya 500 juta, pajaknya nol. Pengen modal 200 juta, KUR tanpa agunan. Enggak ada yang memberatkan, Pak. Terima kasih.”
Baca Juga:Transkrip Hasil Debat Cawapres 2024, Dari Kata ‘Slepet’ hingga Istilah Hilirisasi DigitalCaleg Gemar Pasang Baliho Miskin Gagasan, Kemana Milenial?
Moderator 1: “Baik. Harap tenang, kita lanjutkan. Kali ini saya akan mempersilakan untuk Calon Wakil Presiden Nomor Urut 1 untuk memberikan pertanyaan ke Calon Wakil Presiden Nomor Urut 3. Bapak Muhaimin Iskandar, waktu Anda untuk bertanya adalah 1 menit. Saya persilakan.”
Muhaimin: “Terima kasih. Pak Mahfud yang saya hormati, pemasukan negara itu salah satunya adalah dari kepemilikan lahan yang luas. Banyak kepemilikan lahan yang berlebihan. Akumulasi kekayaan hanya di segelintir orang dan selalu menjadi topik yang belum pernah selesai sampai hari ini. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya dinikmati oleh segelintir orang karena akses kepemilikannya juga terbatas. Pemerataan menjadi kata yang tidak bermakna. Maka, saya ingin pendapat Pak Mahfud, bagaimana mewujudkan keadilan sosial dimulai dari pemerataan kepemilikan tanah, akses, dan lahan? Karena kalau sampai hari ini begitu, maka tidak akan pernah ada kemampuan rakyat untuk mengakses modal ekonomi. Terima kasih.”