Pada dokumen Indo-Pasifik yang Gedung Putih rilis pada 2022, nama Indonesia turut disebut sebagai “leading regional partners”.
Mengingat posisi Indonesia yang penting di antara AS dan China, akan sangat aneh jika isu OBOR dan Indo-Pacific Strategy dilewatkan di debat para capres.
Brazil, Russia, India, China, South Africa, atau BRICS
Selain China, AS, dan ASEAN, para capres juga perlu membahas isu BRICS yang tampil sebagai “kompetitor” dari negara-negara Barat. Indonesia sebetulnya juga dipertimbangkan menjadi anggota BRICS, meski saat ini belum bergabung.
Baca Juga:Kekhawatiran Capres Nomor 1 Ganjar Pranowo Soal Etika Politik Presiden JokowiKPU: Penggunaan Singkatan di Debat, asal Dijelaskan, Anies Baswedan Dikawal 125 Jenderal di Debat Presiden Putaran Ketiga
Sejauh ini, baru capres Prabowo Subianto yang membahas BRICS dan bahwaia siap mempertimbangkan Indonesia masuk BRICS jika ia terpilih menjadi presiden.
BRICS mungkin diidentikan dengan Rusia, akan tetapi harus diingat bahwa negara yang paling kuat di organisasi itu adalah China dan kemudian India. Ekonomi Rusia masih jauh di bawah dua negara tersebut.
Baru-baru ini, BRICS telah menyambut dua anggota baru, yakni Uni Emirat Arab, Mesir, dan Arab Saudi.
Menarik apabila Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo dapat membahas pro-kontra keanggotaan BRICS.
Ada beberapa aspek yang membuat tema kebijakan luar negeri ini sangat krusial bagi politik Indonesia.
Pertama, Indonesia sebagai negara besar di Asia Tenggara memiliki Konstitusi yang menugaskan untuk berperan aktif dalam perdamaian dunia, sehingga isu kebijakan luar negeri memiliki posisi penting bagi Indonesia secara konstitusional.
Kedua, Indonesia merupakan aktor regional yang signifikan di Asia Tenggara, Asia Pasifik, ataupun Indo Pasifik, baik itu secara geografis dan ekonomi. Indonesia juga merupakan salah satu negara pendiri ASEAN.
Baca Juga:Anda Jadi Senator? Berikut Contoh Visi Misi Calon LegislatifTranskrip Hasil Debat Cawapres 2024, Dari Gagasan Slepetnomics hingga Singkatan SGEI
Ketiga, Indonesia merupakan salah satu negara “emerging middle power” di tengah politik dunia yang semakin multipolar. Mengingat situasi tersebut, presiden Indonesia harus bisa cerdas dalam memperhatikan isu dan mendesain kebijakan luar negeri agar Indonesia tidak rugi di kancah internasional.
Yang tak kalah penting adalah potensi ekonomi Indonesia. Investasi dan perdagangan internasional harus memiliki aturan yang jelas agar tidak menguntungkan segelintir pihak, tetapi merugikan lingkungan, bisnis kecil, hingga pekerja dalam negeri. (*)