Saat ini perhatian publik tersedot pada kompetisi calon presiden-calon wakil presiden sehingga caleg harus bekerja lebih keras dan lebih kreatif untuk memikat atensi dari calon pemilih.
Untuk itu, tidak cukup dengan model konvensional seperti pemasangan APK. Pemasangan APK ini tidak efektif untuk bisa meyakinkan calon pemilih agar memilih calon tertentu.
Pasalnya, pemilih cenderung memilih karena figur atau personal kandidat. Dengan kata lain, pemilih harus mengenali betul calon yang akan dipilihnya. Untuk itu, caleg mau tidak mau harus rajin turun ke masyarakat, mengenalkan diri, termasuk menyosialisasikan program dan gagasannya jika kelak terpilih.
Baca Juga:Lawatan di Cirebon Bertemu dengan Para Gus dan Ning, Gibran ‘Fun Futsal Sarungan Bareng Samsul’Sayuran Ini Punya Reputasi Buruk Bikin Panjang Gejala Batuk, Begini Cara Penyembuhan Secara Alami
Pertemuan tatap muka dengan masyarakat tidak bisa digantikan oleh kehadiran APK seperti baliho dan spanduk. Program yang dibawa oleh calon harus relevan dengan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan ini bisa berbeda-beda di setiap wilayah dalam dapil sehingga calon harus siap dengan beberapa program dan mengampanyekan program di satu wilayah sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah itu. Maka, agar program tepat sasaran dan menarik atensi pemilih, caleg dituntut untuk riset terlebih dahulu.
Selain kampanye tatap muka, para caleg harus memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan gagasan dan memperkuat citra. Apa yang dilakukan secara offline dikoneksikan ke media sosial agar dampaknya lebih luas. Ironisnya, ketika sudah ada media yang efektif dan cukup masif pengunaannya, dan dari sisi biaya juga murah, para kanddiat di level caleg itu justru lebih suka melakukan kampanye dengan memasang alat peraga kampanye berupa baliho, spanduk, poster yang kadang melanggar aturan.
Caleg dituntut hati-hati dalam memasang APK. Pemasangan APK yang sembarangan, sehingga merusak estetika, melukai pohon, dan di rumah-rumah warga tanpa seizin pemilik rumah, justru bisa menjadi bumerang bagi kandidat.
Ini seperti bisa dilihat dari kicauan banyak warganet di media sosial. Bahkan tak jarang, karena geram dengan pemasangan APK secara sembarangan, muncul seruan agar caleg pemasang APK tak dicoblos pemilih. Tentu, hal itu tak diharapkan oleh kandidat untuk bisa dipilih di Pemilu 2024. (*)