Hal ini karena iklim pemilu mendatang dinilai pakar tak lagi sama dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Meningkatnya partisipasi sosial di media sosial membuat banyak orang lebih kritis dan berhati-hati dalam memilih calon pemimpin. Kondisi ini banyak terjadi di kalangan pemilih muda.
Pemilih muda memiliki pola pikir yang lebih progresif dan cenderung mempertimbangkan kualitas caleg dibanding keuntungan sesaat seperti politik uang. Belum lagi fakta bahwa masyarakat muda dari Generasi Milenial dan Generasi Z (Gen Z) akan menjadi penyumbang suara terbanyak di Pemilu 2024.
Berdasarkan survei dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilih Gen Z dan Milenial menyumbang lebih dari 50 persen suara dengan total 113,6 juta suara di Pemilu mendatang.
Baca Juga:Lawatan di Cirebon Bertemu dengan Para Gus dan Ning, Gibran ‘Fun Futsal Sarungan Bareng Samsul’Sayuran Ini Punya Reputasi Buruk Bikin Panjang Gejala Batuk, Begini Cara Penyembuhan Secara Alami
Oleh karena itu, visi misi dan program kerja caleg sangat berperan dalam menggaet suara pemilih mayoritas di Pemilu 2024. Jelang masa kampanye Pemilu 2024, saat ini tentu menjadi waktu yang tepat bagi bakal caleg untuk merancang visi misi dan program kerja berkualitas.
Penyampaian visi misi caleg DPRD dan DPR RI diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023. Berdasarkan PKPU tersebut, visi misi setiap caleg, baik DPRD maupun DPR RI yang maju pada Pemilu 2024 wajib disampaikan pada masa kampanye.
Florianus Dus Arifian dalam Menalar Problem Pendidikan dan Bahasa tahun 2019 menyebut ada dua aspek yang harus diperhatikan saat merancang visi misi caleg DPRD dan DPR RI. Kedua aspek itu adalah realistis dan terukur perwujudannya.
Pastikan bahwa visi misi caleg yang disampaikan ke masyarakat haruslah masuk akal dan bisa diaplikasikan saat benar-benar menjadi pemangku kebijakan. Pastikan pula bahwa visi dan misi tersebut tidak bersinggungan dengan konstitusi atau menggeser kepentingan publik lainnya. Menurut Arifian, pembuatan visi misi dengan realistis dan terukur dapat menjadi jaminan lahirnya kepercayaan publik.
Ironisnya, saat ini mayoritas calon anggota legislatif masih mengandalkan poster, spanduk, dan baliho untuk mengampanyekan diri kepada calon pemilih. Saking pentingnya alat peraga kampanye itu, titik-titik strategis yang banyak dilalui orang menjadi rebutan.
Ketika ruang memasang alat peraga tak lagi tersedia, pohon, tiang listrik, hingga rumah warga pun menjadi sasaran untuk dipasangi alat peraga. Namun, sejauh mana sesungguhnya efektivitas dari pemasangan banyak alat peraga itu untuk meyakinkan calon pemilih agar memilih calon anggota legislatif (caleg) tertentu?