KAUM milenial akan menjadi penyumbang suara kunci bagi kontestan Pemilu 2024 di Indonesia. Milenial adalah generasi ketiga dalam komunikasi politik. Generasi pertama dipengaruhi oleh kemampuan orasi politik para tokoh. Generasi kedua diarahkan oleh media-media arus utama. Kini, di generasi ketiga, komunikasi politik digerakkan oleh media sosial.
Tiga besar media sosial yang digunakan adalah Instagram, Facebook dan WhatsApp. Di sanalah milenial memperoleh informasi seputar Pemilu. Uniknya, dari sisi peserta Pemilu, memasang baliho di tepi jalan, justru lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan kampanye media sosial.
Suara milenial bisa menjadi penentu kemenangan, meskipun nantinya akan terdistribusi ke partai-partai yang ada. Tidak mengherankan, ada banyak peserta Pemilu yang tiba-tiba berusaha menjadi bagian dari milenial.
Baca Juga:Lawatan di Cirebon Bertemu dengan Para Gus dan Ning, Gibran ‘Fun Futsal Sarungan Bareng Samsul’Sayuran Ini Punya Reputasi Buruk Bikin Panjang Gejala Batuk, Begini Cara Penyembuhan Secara Alami
Akhir-akhir ini terutama ketika orang mulai menyadari pentingnya generasi milenial dalam mendulang suara, maka banyak orang mendadak milenial. Cara berpakaiannya mengikuti anak muda, tutur bahasanya mendekati anak muda dan juga bagaimana mereka masuk ke dunia anak muda dalam kampanye politik mereka
Milenial adalah generasi yang individualistik dan sangat tergantung pada teknologi. Dalam sektor politik, milenial juga dianggap apatis. Namun, ada juga pakar yang mengatakan bahwa yang terjadi bukan apatisme, tetapi pendekatan politik yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
Semisal, bagaimana milenial di luar negeri aktif berpolitik. Kanselir Austria Sebastian Kurz terpilih pada usia 30-an tahun. Alexandria Ocasio-Cortez, dari Partai Demokrat terpilih sebagai Anggota DPR Amerika Serikat pada umur 29 tahun. Di Uni Emirat Arab, Shamma Al Mazrui diangkat sebagai Menteri Urusan Kepemudaan pada usia 22 tahun. Di Hongkong, Nathan Law duduk di parlemen meski baru berusia 23 tahun pada 2016.
Pelaksanaan kampanye oleh calon anggota legislatif dan partai politik dikritik. Kampanye Pemilu 2024 dinilai tak banyak mengupas gagasan caleg dan partai. Pelaksanaan kampanye sangat kosong. Menurutnya, caleg dan parpol tidak menjanjikan hal-hal yang konkret kepada rakyat. Jadi apa yang mau ditagih sama rakyat. Janjinya kosong. Karena yang dijual saat kampanye hanya kesejahteraan, kedaulatan. Pernyataan seperti itu mengambang. Susah ditagih rakyat.