Toponim Tarikolot sendiri merujuk pada tarik kolot (menghidupkan tradisi), tarekat kolot (tarekat leluhur, jalan leluhur), atau tari kolot (tarian tua, tarian kuno). Sementara Cimande dimaknai sebagai ciri jalma anu hade atau ‘ciri manusia yang baik’.
Tidak ada catatan tertulis kapan silat Cimande diproklamirkan. Banyak sekali versi yang berkembang mengenai muasal aliran silat ini. Meski demikian, itu semua tak bisa dilepaskan dari tokoh bernama Abah Khair.
Versi pertama menyebut gerakan-gerakan silat Cimande berasal dari Abah Khair. Ia kerap memamerkan gerakan bela diri tersebut di perjalanan saat mengembara dari tempat asalnya di Baduy, Banten. Hal tersebut bahkan membuatnya terkenal.
Baca Juga:Usai Bertemu dengan Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Jokowi Makan Siang Bareng Zulhas di Bogor, Ini yang DibahasBakal Pengaruhi Geopolitik dan Keamanan di Kawasan Asia, SBY: Pilpres di Indonesia Sama Penting dengan Pilpres di Taiwan dan Amerika Serikat
Versi kedua menyebutkan bahwa Abah Khair terinspirasi dari istrinya. Sang istri datang terlambat ke rumah usai mencuci baju di Sungai Cimande lalu melihat pertarungan hewan buas antara harimau dan sekawanan monyet. Abah Khair yang kesal lalu bertanya, “Ti mana wae atuh anjeun?” yang berarti ‘Dari mana saja kamu?’ Pertanyaan tersebut tidak dijawab. Segera saja Abah Khair naik pitam dan mencoba menampar istrinya.
Di luar dugaan, istrinya dapat menghindar. Abah Khair menyerang bertubi-tubi tanpa dapat mengenai sasaran. Akhirnya dia lelah dan bertanya, “Dari mana kamu belajar maen poho?” “Istilah yang kemudian terkenal dengan akronim maenpo,” ujar sejarawan Reyhan Biadillah.
Dari peristiwa tersebut dan cerita istri tentang pertarungan binatang, Abah Khair lantas terpikir menciptakan gerakan-gerakan untuk mengasah kemampuan bela diri. Gerakan-gerakan mengelak melahirkan jurus dasar silat Cimande, kelid. Gerakan monyet yang menggunakan ranting pohon ketika menyerang harimau menginspirasinya membuat jurus pepedangan.
Versi yang dikenal cukup luas ini termasuk kontroversial di kalangan warga Cimande maupun beberapa ahli penca. Alasannya adalah silat Cimande berlandaskan pada nilai-nilai agama Islam yang salah satunya adalah sabar, sementara versi ini justru menceritakan guru panutan pemarah.
Versi ketiga adalah yang lebih banyak diyakini warga Cimande. Dikisahkan bahwa Abah Khair melakukan pengembaraan ke berbagai daerah Batavia, Cianjur, Garut, Bogor, Majalengka, sampai Cirebon, untuk menemukan saudaranya yang bernama Eyang Rangga.