TERAPI berbasis gene editing atau rekayasa genetik dapat membantu proses pengobatan penyakit yang terkait dengan masalah genetik. Terapi gen berbasis sel membawa harapan untuk membantu pengidap anemia akibat gen ini terkait penyembuhan dan peningkatan kualitas hidupnya. Demikian Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Rizka Andalucia dalam keterangannya dalam seminar Gene Editing dan Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR) yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (5/1).
“Tidak hanya anemia, sejumlah penyakit lainnya seperti kanker, kebutaan, dan AIDS juga dapat diupayakan kesembuhannya melalui terapi berbasis gene editing,” ujar Rizka.
Berdasarkan data yang ia himpun, setidaknya tercatat sebanyak 1.100 jenis terapi berbasis gene editing yang dapat dilakukan. Beberapa di antaranya sudah mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, Food and Drug Administration (FDA) yang menjadi patokan Internasional.
Baca Juga:Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon Soroti Ambruknya Gapura 8,7 Meter di Taman Pataraksa SumberTabrakan dengan KA Turangga, Ini Riwayat Hidup Rute Commuter Line Bandung Raya
“Kita mendengar di Bulan Desember kemarin ada satu obat yang disetujui USFDA, yaitu obat penyakit keganasan darah dan kelainan darah, di mana penyakit tersebut merupakan suatu penyakit genetik yang banyak diidap anak dan mortalitasnya tinggi. Di negara berkembang seperti Indonesia mortalitasnya bisa lebih tinggi,” ungkapnya.
Melalui gene editing, imbuh Rizka, tenaga medis dapat mengetahui gen penyebab kelainan tersebut, serta memanipulasi dan memodifikasinya agar sejumlah penyakit genetik tersebut tidak berproses dan memberikan kesembuhan pada pengidapnya.
Saat ini, lanjutnya, telah terdapat lebih dari 3.000 penelitian terkait gene editing. Karena itu, ia berharap Indonesia dapat turut andil dalam hal tersebut, tidak hanya mengetahui, namun juga praktik dan menerapkan upaya yang sama.
“Kita tentu harus terlibat ikut serta dan mempunyai kemampuan pengembangan terapi berbasis sel dan genetik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang spesifik sesuai dengan profil genomik masyarakat Indonesia,” ucap Rizka.
Untuk itu, Kemenkes telah berupaya mendirikan pusat-pusat penelitian berbasis rumah sakit di sejumlah wilayah di Indonesia, agar pengobatan pasien dapat diatasi dengan pengobatan berbasis teknologi.
Selain itu, upaya pengembangan teknologi kesehatan juga selaras dengan pilar ketiga dan keenam transformasi kesehatan Indonesia, yakni transformasi sistem ketahanan kesehatan dan transformasi teknologi kesehatan. (*)