Biji kopi merupakan salah satu isi ‘peripih’ (wadah batu yang terletak di dasar candi) di kompleks Candi Plaosan abad ke-9 di Jawa, bersama dengan biji padi, jagung dan jelai (Sumijati Atmosudiro et al 2008 dan BPCB Jawa Tengah). Hal ini mengungkapkan bahwa kopi merupakan tanaman penting di daerah itu pada abad ke-9.
Kopi merupakan salah satu jenis jamuan yang disajikan kepada para tamu pada masa Kekaisaran Majapahit (1293 sampai kira-kira 1527) seperti yang ditulis oleh Constantinus Alting Mees dalam “De Kroniek Van Koetai” pada 1935. Dikisahkan bahwa ketika Maharaja Kutai berkunjung ke istana Majapahit, sebuah minuman disebut “kahwa” disajikan dalam suatu jamuan malam, yang kemudian diketahui sebagai kopi.
Kopi telah dibudidayakan secara luas di bagian barat Sumatera sebelum Belanda datang untuk menerapkan sistem budidaya kopi di daerah tersebut, sebagaimana ditulis oleh William Marsden dalam “The History of Sumatra” pada tahun 1784. Masyarakat tidak menggunakan biji kopi melainkan daunnya untuk diseduh dengan air dalam tradisi yang dikenal sebagai “minum kopi daun”, yang masih berlangsung hingga saat ini. Tradisi ini juga disebutkan oleh Eduard Douwes Dekker (Multatuli) dalam “Max Havelaar” pada tahun 1860.
Baca Juga:Tradisi Suksesi Parsial, Usai KMB Indonesia Sepakat Tanggung Hutang BelandaNasib Tragis Samurai Kamisori
Pohon kopi berumur 200 – 300 tahun telah dijumpai di bagian selatan Pulau Sulawesi pada tahun 1920, sebelum Belanda memperkenalkan kopi disana pada tahun 1830-an (Antony Wild 2019 dalam “Sunday Times” Srilanka).
Nama
Kata “kopi” masuk ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Belanda “koffie”, diambil dari bahasa Turki Ottoman “kahve”, yang berasal dari bahasa Arab “qahwah”. Asal usul kata Arab “qahwah” tidak diketahui dan etimologinya telah diperdebatkan.
Nama ini di Arab tidak digunakan untuk biji atau tanaman kopi (produk daerahnya), tetapi mereka mengenalnya sebagai “bunn”. Jadi, “qahwah” rupanya bukan kata asli bahasa Arab. Ada yang menduga bahwa kata itu berasal dari nama Kerajaan Kaffa di Ethiopia, namun diperdebatkan karena tidak ada catatan sejarahnya, dan bisa jadi justru sebaliknya.
Merujuk pada tradisi “minum kopi daun” di Sumatera dimana pada awalnya mereka belum memiliki pengetahuan tentang pemanfaatan biji kopi sebagai minuman, tradisi ini bisa dikatakan lebih tua dari yang dilakukan oleh orang Arab.