Denny JA, Ketua Perkumpulan Penulis Seluruh Indonesia Satupena, yang membiayai rangkaian acara Wara Wiri Feskraf ini, takjub dengan cerita para pedagang ini. Denny melihat para pedagang kuliner, songket, sepatu, dan lukisan di arena Wara Wiri sebagai pedagang tangguh. Dia juga memuji rasa Sate Padang yang dipesannya di pedagang kuliner ini. “Rasanya cocok dengan lidah saya,” katanya.
Denny melihat pasar untuk kuliner, tenun, songket, dan budaya Indonesia mempunyai prospek bagus di masa depan. Baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Rasa makanan produksi rumahan di bazar kuliner Wara Wiri ini sangat khas Indonesia. Begitu juga dengan fashion, design dan warnanya berani. Hal ini menjadi pembeda dibandingkan dengan produk impor.
Di masa depan bisnis kuliner, baju tradisional, dan produk kriya lainnya merupakan kekayaan budaya Indonesia yang bisa diandalkan setiap daerah untuk menopang perekonomian mereka asalkan dikelola secara modern. “Semua itu menjadi harta karun bagi Indonesia,” kata Denny JA.
Baca Juga:Mata Hari: “Aku seorang pelacur? Ya. Tapi pengkhianat, tidak pernah!”Di Balik Jaringan Narkoba Internasional Fredy Pratama alias Miming di Indonesia
Hal semacam itu cocok dengan cerita duta besar Diennaryati Tjokrosuprihatono yang pernah bertugas di Ekuador tahun 2012-2016. “Saya mengajak warga Ekuador untuk mencoba makanan Indonesia, ternyata mereka suka.”
Akhirnya Dienny membantu warga Ekuador membuka 3 restoran Indonesia menjelang pulang ke Indonesia. Semua pemilik dan pengelola adalah warga lokal di sana.
Empat orang duta besar lain mengenalkan Indonesia melalui batik. Batik sebagai produk Indonesia, juga produk budaya Indonesia, mendapat tempat istimewa di negara tempat mereka bertugas. Hampir semuanya menyukai batik
Wara Wiri Feskraf yang baru saja ditutup ini adalah festival pertama. Festival ini akan berlangsung setiap tahun. Mata acaranya akan dipertahankan: menyajikan banyak item produk lokal dan budaya nusantara, sesuai dengan nama Wara Wiri Feskraf, Warna Rasa Budaya Wisata Negri Festival Ekonomi Kreatif.
Penulis: Satrio Arismunandar