Kemiskinan ekstrim adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial.
Untuk menangani atau menekan angka miskin ekstrim hanya dengan meningkatkan kesejahteraan rakyatnyamelalui pemerataan program-program pembangunan dari hasil pengelolaan keuangan daerah.
Kemudahan berusaha untuk investor atau pengusaha , dalam pelaksanaanya masih banyak terkendala karena terdapatnya perbedaan sosialisasi berkenaan dengan paket-paket kebijakan, kualitas ASN yang tidak cukup inovatif untuk menindak lanjuti paket kebijakan, fungsi desentralisasi dan partisipasi pemerintah daerah atas paket kebijakan investasi tidak berjalan sebagaimana mestinya dan masih terdapat perbedaan-perbedaan agenda tujuan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atas percepatan respon paket kebijakan investasi.
Baca Juga:Pentingnya Sertifikasi MSDM untuk Meningkatkan Profesionalisme dan KarirKH. Ahmad Dahlan Tremas atau Termas 1862-1911 (Bagian Pertama)
Timeline selama tahun 2023 hasil pengamatan KPPOD yang berkaitan dengan desentralisasi fiskal dan ekonomi :
- Kemandirian Fiskal dan daya saing daerah, kemandirian fiskal dan daya saing daerah masih rendah.
- Tindak Lanjut UU HKPD (Hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah) , UU HKPD mengamanatkan terbitnya peraturan turunan dalam dua tahun pasca pengesahan.
- Kemiskinan Ekstrem, perlu percepatan penghapusan Kemiskinan Ekstrem Nol Persen semakin dipercepat, terdapat 3,3 juta penduduk yang digolongkan miskin ekstrim , adanya penurunan angka kemiskinan ekstrem secara nasional dari 2,04 persen pada Maret 2022 menjadi 1,7 persen pada September 2023.
- Kebijakan Minuman Beralkohol, bermacam-macamkebijakan minuman beralkohol di pusat dan daerah serta potensi permasalahannya.
- Ragam masalah UU CK: Klaster Perizinan berusaha, disharmoni kebijakan; kebijakan kelembagaan yang belum solid dan platform layanan yang tidak terintegrasi.
- Penyerapan APBD dan Respon Pemerintah, realisasi penyerapan anggaran pemerintah daerah masih rendah diakhir tahun 2023, contoh penyerapan anggaran sd Oktober 2023 Jawa Barat sebesar 74,06 % ; Pemerintah Kabupaten Magelang 54,94 % dan Kabupaten Kudus sd Agustus 2023 sebesar 46,58 %.
- Penerimaan Pajak Daerah Meningkat, penerimaan pajak daerah tumbuh 3,8 persen pada November 2023 atau di tahun 2022 sebesar Rp 204,51 triliun menjadi sebeasr Rp 212,26 triliun.
Dari hasil analisa aspek desentralisasi fiskal dan ekonomi KPPOD tentang kemandirian fiskal terhadap daya saing daerah:
- Sebanyak 10.93 persen daerah yang memiliki IDSDB (Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan) tinggi dengan tingkat kemandirian fiskal yang pada umumnya didominasi wilayah Jawa dan Bali (kuadran II);
- Sebanyak 52.70 persen daerah memiliki IDSDB rendah umumnya memiliki capaian kemandirian fiskal rendah pada Kuadran IVdi sektor pekerjaan rumahnya adalah menaikan kemandirian fiskal daerah;
- Pemda masih minim melakukan inovasi (sistem dan tarif pajak dan retribusi) dan karakteristik daerah turut mempengaruhi capaian daya saing daerah.