Sementara kitab Bulughu-l Wathar membahas perhitungan gerhana bulan dan gerhana matahari, dengan memakai sistem haqiqi tahqiqi. Konon kitab ini disebut sebagai kitab hisab falak pertama dengan sistem tahqiqi yang ditulis oleh ulama Indonesia. Kitab ini ditulis bersamaan dengan kitab Muntaha Nataiji-l-Aqwal yang ditulis sahabat beliau, Syekh Hasan Asy’ari Bawean. Kedua kitab ini merujuk kepada kitab al-Mathla’ as-Sa’id karya Syekh Husain Zaid al-Mishri.
Karya-karya Kiai Ahmad Dahlan Tremas, Syekh Hasan Asy’ari Bawean maupun Kiai Saleh Darat mempengaruhi perkembangan ilmu falak, serta membuka dinamika ilmu falak dalam dunia keilmuan pesantren. Mereka mempunyai kesadaran untuk mengabadikan disiplin ilmu mereka itu dalam bentuk karya monumental hingga bisa dibaca dan dijadikan pegangan oleh generasi peminat kajian ilmu falak di masa-masa selanjutnya. Dengan karya-karya mereka, masa depan ilmu falak tetap akan cerah di Indonesia, dan tidak akan surut.
Kiai Ahmad Dahlan menikah pertama kali dengan Nyai Ummu Kulsum Semarang, dan dikaruniai seorang putra bernama Ahmad (1899-1976). Putra beliau ini – dikenal dengan nama KH. Ahmad al-Hadi – kemudian menjadi ulama terkenal di Bali, pendiri pesantren di Kampung Timur Sungai, Jembrana, tahun 1930 dan pendiri NU pertama di Loloan, Negara, Bali, di tahun 1934.
Baca Juga:Seberapa dekat pasukan Jerman berhasil menaklukkan Moskow pada Perang Dunia II?Analisis Kategorisasi Sejarah Hukum Perancangan Lambang Negara
Setelah Kiai Saleh Darat wafat di tahun 1903, Kiai Ahmad Dahlan meneruskan perjuangan gurunya itu dalam mengasuh Pesantren Darat selama delapan tahun lebih.
KH. Ahmad Dahlan Tremas wafat pada hari Ahad tanggal 7 Syawal tahun 1329 H/ 1911 dan dimakamkan di pemakaman umum Bergota Semarang, dimana pusara beliau berjejer dengan makam gurunya, KH. Saleh Darat Semarang.
Lahul Fatihah
Penulis: Ahmad Baso