Usai belajar di kampus al-Azhar Kiai Ahmad Dahlan Tremas berangkat menuju Mekah dan berpamitan pada kakaknya untuk pulang ke Jawa. Sebelum berangkat pulang bersama Syekh Hasan Asy’ari, beliau diberi pesan oleh kakaknya untuk mampir ke Darat, Semarang, untuk berguru pada KH. Muhammad Saleh Darat.
Selama nyantri di Pesantren Darat, Semarang, beliau menjadi santri favorit, dan diminta membantu gurunya mengajar. Kiai Abu Bakar Kediri adalah salah seorang murid beliau, yang selalu menulis dalam kitab-kitab yang dipelajarinya dengan kata “Syaikhani” yang berarti KH. Saleh Darat dan KH. Ahmad Dahlan Tremas.
Pendiri organisasi Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, juga berguru kepada kedua ulama besar ini. Waktu nyantri di Semarang, Kiai Ahmad Dahlan masih menggunakan nama H. Muhammad Darwis. Setelah kembali ke Yogyakarta, beliau kemudian ganti nama menjadi KH. Ahmad Dahlan – mengikuti nama gurunya tersebut.
Baca Juga:Seberapa dekat pasukan Jerman berhasil menaklukkan Moskow pada Perang Dunia II?Analisis Kategorisasi Sejarah Hukum Perancangan Lambang Negara
Kiai Ahmad Dahlan mengajar ilmu falak dan sempat menyelesaikan tiga buah kitab falak, yaitu Tadzkiratu-l-Ikhwan fi Ba’dli Tawarikhi wal A’mali-l-Falakiyati (selesai ditulis pada tahun 1901), Natijatu-l-Miqat dan Bulughu-l Wathar (selesai ditulis pada tahun 1903).
Kitab Natijatu-l-Miqat berisi penggunaan rubu’ mujayyab (alat hitung tradisonal yang didesain dengan bentuk seperempat lingkaran sehingga membetuk sudut siku-siku) dalam penentuan awal waktu salat dan arah kiblat. Kitab ini merangkum pemikiran guru-gurunya, seperti Syeikh Husain Zaid Mesir, Syekh Abdurrahman bin Ahmad al-Misri, Syekh Muhammad bin Yusuf al-Makki, hingga KH. Saleh Darat.
Pada tahun 1930 kitab ini disyarah atau diberi komentar oleh Syekh Ihsan Jampes Kediri (wafat 1952) dalam kitabnya Tashrihu-l-Ibarat. Sedangkan kitab Tadzkiratu-l-Ikhwan fi Ba’dli Tawarikhi wal A’mali-l-Falakiyati berisi perhitungan ijtima’ dan gerhana dengan mabda’ (basis perhitungan) kota Semarang, dengan menggunakan sistem haqiqi taqribi.
Sejumlah ulama ilmu falak merujuk kepada kitab beliau ini. Di antaranya KH. Abdul Jalil Hamid Kudus (wafat 1974) dalam karyanya Fathu-r- Ra’uf al-Mannan, KH. Mohammad Wardan, seorang ulama ahli falak organisasi Muhammadiyah dalam karyanya Hisab Haqiqi, dan KH. Yunus Abdulloh Kediri, pengarang kitab Risalatu-l-Qamarain.