Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan resolusi badan kesehatan PBB tersebut dapat menjadi titik awal untuk tindakan lebih lanjut.
“Itu tidak menyelesaikan krisis. Namun ini adalah platform yang harus dibangun,” katanya dalam pidato penutupnya di hadapan dewan.
“Tanpa gencatan senjata, tidak ada perdamaian. Dan tanpa perdamaian, tidak ada kesehatan. Saya mendesak semua negara anggota, terutama negara-negara yang memiliki pengaruh paling besar, untuk bekerja secepat mungkin guna mengakhiri konflik ini.”
Baca Juga:Persatuan Guru Republik Indonesia Serukan Tata Kelola Guru DitingkatkanBank Indonesia Bangun Monumen Kedaulatan Rupiah di Kawasan Perbatasan
Pertempuran kembali terjadi bulan ini setelah jeda permusuhan selama seminggu yang memungkinkan pembebasan sejumlah tawanan Israel dan warga asing dengan imbalan sejumlah warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel, serta pasokan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Ketika Israel kini meningkatkan aksi militernya di wilayah selatan yang berpenduduk lebih dari 2 juta orang, seruan untuk mengakhiri pertempuran semakin meningkat.
Majelis Umum PBB (UNGA) diperkirakan akan melakukan pemungutan suara secepatnya pada hari Selasa mengenai resolusi gencatan senjata segera, setelah Mesir dan Mauritania menggunakan Resolusi 377 “Bersatu untuk Perdamaian” setelah veto AS.
Diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1950, Resolusi 377 memperbolehkan badan yang beranggotakan 193 negara tersebut untuk bertindak jika DK PBB telah gagal “melaksanakan tanggung jawab utamanya untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional”.
Surat mereka juga merujuk pada permintaan Guterres terhadap Pasal 99 Piagam PBB pada tanggal 6 Desember. (*)