“Perdana Menteri menekankan bahwa negara mana pun yang akan mengalami serangan teroris kriminal seperti yang dialami Israel akan bertindak dengan kekuatan yang tidak kalah dengan yang digunakan Israel,” bunyi pernyataan dari kantor Netanyahu.
Komentar Lavrov kepada Al Jazeera muncul ketika perang Rusia di Ukraina terus berkecamuk. Sejak Februari 2022, Ukraina telah menghadapi invasi besar-besaran Rusia yang mengakibatkan wilayah timurnya diduduki.
Lavrov, bagaimanapun, menyebutnya sebagai “perang hibrida terhadap Rusia yang dilancarkan oleh Amerika Serikat dan NATO”, dan menambahkan bahwa konflik Ukraina juga didasarkan pada budaya pembatalan.
Baca Juga:Pemerintah Upayakan Korban Letusan Gunung Marapi Mendapatkan Klaim AsuransiMenteri Luar Negeri Yordania mengatakan Israel bermaksud ‘mengosongkan penduduk Gaza’
“Ini bukanlah perang pilihan (bagi Rusia). Ini adalah operasi yang tidak dapat kami hindari, mengingat bertahun-tahun AS dan NATO mempersiapkan Ukraina untuk menjadi instrumen untuk melemahkan keamanan Rusia,” katanya.
Lavrov mengatakan pemerintah Ukraina telah mengeluarkan undang-undang yang bertujuan untuk membatalkan “segala sesuatu yang berbau Rusia”, termasuk bahasa, media, budaya dan pendidikan.
“[Undang-undang] ini bertentangan dengan orang-orang yang selama beberapa generasi telah tinggal di Ukraina bagian timur dan selatan… Satu-satunya hal yang didorong oleh media Barat adalah bahwa Rusia menginvasi Ukraina,” katanya kepada Bays.
Namun Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menegaskan bahwa Moskow-lah yang mendorong fase “upaya de-Russifikasi” saat ini di negara tersebut.
“Anda melakukannya – dalam satu generasi seumur hidup dan selamanya,” katanya dalam pidato yang disiarkan televisi pada bulan Maret tahun lalu.
“Anda melakukan yang terbaik agar rakyat kami meninggalkan bahasa Rusia, karena bahasa Rusia akan diasosiasikan dengan Anda, hanya dengan Anda, dengan ledakan dan pembunuhan ini, dengan kejahatan Anda.” (*)