WAKIL kapten tim kampanye Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), Thomas Lembong menilai kebijakan hilirisasi nikel yang dilakukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi banyak menguntungkan perusahaan China yang mendominasi kepemilikan smelter di Indonesia.
Ia mengatakan, kebijakan tersebut mengakibatkan pendapatan para penambang beralih ke kartel yang hanya terdiri dari segelintir perusahaan besar.
“Perusahaan besar mendapat keuntungan dari larangan ekspor. Karena penambang kecil terpaksa menjual bahan mentah (bijih nikel) ke perusahaan pemilik izin ekspor, pemilik smelter,” kata Tom di Gedung CSIS, Jakarta, Rabu, 6 Desember.
Baca Juga:Rusia dan Arab Saudi Mendesak Semua Negara OPEC+ untuk Bergabung dalam Pengurangan MinyakSandiaga Uno Khawatir Pengungsi Rohingya Terjebak dalam Perdagangan Manusia, Pengaruhi Pariwisata Aceh
Namun, Tom mengatakan, calon presiden Anies Baswedan dan cawapres Muhaimin Iskandar tidak akan serta merta menghentikan kebijakan hilirisasi jika memenangkan pemilu 2024 mendatang pada Februari mendatang. Amin nantinya akan melihat industri nikel berkembang sesuai tren. Biarkan pasar mengevaluasi dan memutuskan, tambahnya.
Sebelumnya, Ekonom senior Faisal Basri mengecam pemerintah terkait kebijakan hilirisasi nikel dengan menyebut China meraup untung besar dari sana, bahkan hingga 90 persen. Pasalnya, China memiliki pabrik peleburan nikel di Indonesia. Apalagi, hampir seluruh produk pengolahan smelter nikel tersebut diekspor ke China.
“Program hilirisasi Indonesia sebenarnya mendukung industrialisasi Tiongkok. Dari hilir kita hanya mendapat 10 persen, sedangkan 90 persennya masuk ke China,” tambah Faisal.
Sementara itu, Hasyim Daeng, Direktur Hilirisasi Mineral dan Batubara Kementerian Investasi, mengatakan dominasi China di industri smelter nikel di Indonesia beralasan karena merupakan pemain global di sektor tersebut karena teknologinya yang canggih. (*)