DIREKTUR Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong menanggapi persoalan kebocoran data pemilih yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Sejauh ini kami identifikasi bermotif ekonomi,” ujarnya, Senin, 4 Desember 2023.
Menurut Usman, ada dua indikator yang mendukung teori tersebut. Pertama, Jimbo si hacker menjual dan menawarkan datanya ke publik seharga Rp1,1 miliar, ujarnya.
Indikator kedua berkaitan dengan data itu sendiri. “Sebenarnya siapa yang butuh datanya? Peserta pemilu kan? Tapi mereka sudah punya datanya,” imbuhnya. Dengan demikian, pihaknya menyimpulkan dugaan kebocoran data pemilih bersifat ekonomi.
Baca Juga:Jokowi Pertanyakan Kepentingan Agus Rahardjo yang Menuduh Adanya Intervensi Pemerintah di KPKIndonesia Mengajukan Keluhan WTO Terhadap UE atas Bea Masuk Antidumping Baja Tahan Karat
Namun, ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mengabaikan implikasi politik dari isu ini. “Misalnya, hal ini tidak boleh mendelegitimasi penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu,” ujarnya.
Usman menegaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), KPU, dan Badan Siber Polri untuk menghindari kejadian serupa di kemudian hari.
Lebih lanjut, Usman mengakui data dugaan bocoran tersebut memang memiliki kemiripan dengan data yang tersimpan di situs KPU.
“Strukturnya, komponennya, antara lain Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor paspor kalau di luar negeri, nama, TPS. Kami tidak memeriksa detail masing-masing datanya, tapi strukturnya mirip,” tutupnya. (*)