KELOMPOK perlawanan Palestina Hamas pada hari Senin menolak tuduhan Israel atas pemerkosaan dan kekerasan seksual dalam serangan 7 Oktober.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas menolak tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai “upaya putus asa” untuk memutarbalikkan perlakuan manusiawi kelompok tersebut terhadap sandera Israel.
“Kami menolak kebohongan Israel mengenai pemerkosaan, yang bertujuan untuk memutarbalikkan perlawanan dan menodai perlakuan manusiawi dan moral terhadap para tawanan,” tulis pernyataan itu.
Baca Juga:Tim penyelamat masih mencari 10 pendaki yang terjebak di MarapiGunung Marapi Meletus 46 Kali dalam 2 Hari; Tim SAR Tunda Evakuasi
Sebelumnya, komisi PBB yang fokus pada tuduhan kekerasan seksual telah meminta untuk melakukan penyelidikan pencarian fakta, menurut ketua komisi Navi Pillay kepada Reuters pada 29 November.
Namun, Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan menolak bekerja sama dengan komisi tersebut karena bias anti-Israel.
“Hamas menggunakan pemerkosaan dan kekerasan seksual sebagai senjata perang,” ujarnya seperti dikutip The Times of Israel, dalam sidang khusus di PBB, Senin.
Menurut pihak berwenang Israel, sekitar 1.200 orang tewas dan 240 orang disandera dalam serangan 7 Oktober itu.
Sejak itu, Israel tanpa henti membombardir Gaza dan menewaskan sedikitnya 15.899 orang di daerah kantong tersebut, kata Kementerian Kesehatan Gaza.
UNRWA memperkirakan sekitar 70 persen korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Hamas membebaskan 110 sandera yang ditahan oleh kelompok tersebut selama serangan lintas batas, termasuk 86 warga Israel dan 24 warga asing, sebagian besar adalah warga Thailand selama jeda kemanusiaan selama seminggu dengan Israel.
Rekaman yang dirilis oleh kelompok Palestina menunjukkan beberapa sandera memberi hormat kepada pejuang Hamas saat mereka dibebaskan dari penawanan.
Baca Juga:6 Siswa Masih Hilang Pasca Erupsi Gunung MarapiKementerian Kominfo Sebut Dugaan Kebocoran Data Pemilih Berlatar belakang Ekonomi
Hamas menyerukan semua media “untuk tetap waspada agar tidak terjebak dalam kebohongan Israel dan propaganda tendensiusnya, dan untuk memverifikasi setiap informasi, untuk melindungi kebenaran dan menjaga kesucian pesan media.” (*)