ULAMA kontroversial Abu Bakar Ba’asyir, yang dikenal menjalani beberapa hukuman penjara karena tuduhan terorisme, melakukan kunjungan ke Balai Kota Solo pada hari Senin. Tujuannya adalah menyampaikan surat kepada Wali Kota Gibran Rakabuming Raka.
Ulama sepuh itu menuturkan, maksud kunjungannya adalah untuk menyerahkan surat kepada calon presiden Prabowo Subianto melalui pasangannya, Gibran.
Ba’asyir mengatakan, surat tersebut berisi nasihat mengenai penerapan syariat Islam dalam sistem pemerintahan bagi pemimpin masa depan.
Baca Juga:Apa yang ‘Ditemukan’ Israel di Rumah Sakit al-Shifa di Gaza?Kementerian Kesehatan Hamas: Lebih dari 80 Orang Tewas dalam Serangan di Kamp Pengungsi
“Ulama atau ulama Islam diwajibkan oleh agama untuk memberikan nasehat kepada presiden. Wajib bagi seorang presiden Muslim untuk memerintah negara berdasarkan hukum Islam atau aturan Tuhan,” kata Ba’asyir kepada wartawan di balai kota.
Terkait penerapan syariat Islam, kata dia, bisa dilakukan secara “langsung atau bertahap”.
Pria berusia 85 tahun itu menambahkan, surat tersebut ditujukan kepada ketiga kandidat.
“Ketiga calon harus menerima surat tersebut karena salah satu dari mereka pada akhirnya akan memenangkan pemilu, meski bertemu langsung dengan mereka tidaklah mudah,” kata Ba’asyir, yang mengelola sebuah pesantren di Sukoharjo.
“Pak Anies [Baswedan] sudah terima suratnya di Jakarta, diperkirakan Pak Prabowo terima lewat cawapresnya, Gibran. Kalau Pak Ganjar [Pranowo], kami usahakan serahkan di Semarang,” ujar Ba’asyir.
Meski berniat bertemu langsung dengan Gibran, Ba’asyir mendapati Wali Kota yang merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo itu berhalangan hadir.
Ba’asyir punya sejarah mengutuk simbol-simbol negara. Pada tahun 1983, pada masa rezim Soeharto, ia ditangkap karena menghasut orang lain untuk meninggalkan ideologi negara Pancasila dan menyatakan bahwa penghormatan kepada bendera negara adalah bentuk kemurtadan.
Baca Juga:Biden Sebut Solusi Dua Negara adalah ‘Jawaban Utama’ untuk Mengakhiri Konflik Israel-PalestinaIndonesia Diberikan Tambahan Kuota 20.000 Jamaah Haji
Setelah menghabiskan lebih dari satu dekade di negara tetangga Malaysia untuk menghindari sistem hukum rezim Soeharto, ia kembali pada tahun 1999 untuk mendirikan Dewan Mujahidin Indonesia, yang bertujuan untuk menerapkan hukum Islam di Indonesia.
Ba’asyir menghadapi penangkapan oleh Polri atas dugaan keterlibatannya dalam serangan bom Bali kembar pada 12 Oktober 2002, yang merenggut lebih dari 200 nyawa. Dia kemudian dijatuhi hukuman 30 bulan penjara karena “memberikan restunya” kepada para pelaku bom.