Dalam survei Poltracking Indonesia terhadap 1.220 responden, elektabilitas Prabowo-Gibran mencapai 40,2 persen, disusul Ganjar-Mahfud (30,1 persen) dan Anies-Muhaimin (24,4 persen). Populi Center yang mensurvei 1.200 responden menemukan pasangan Prabowo-Gibran memimpin dengan selisih besar yakni 43,1 persen, mengalahkan Ganjar-Mahfud (23 persen) dan Anies-Muhaimin (22,3 persen).
Angka yang dikeluarkan lembaga survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), berdasarkan jawaban 1.229 responden, menunjukkan pasangan Prabowo-Gibran unggul dengan perolehan suara 35,9 persen, sedangkan Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin tertinggal masing-masing dengan perolehan suara 26,1 persen dan 19,6 persen. Dalam survei Indikator Politik terhadap 2.567 peserta, pasangan Prabowo-Gibran menduduki posisi teratas dengan perolehan suara 36,1 persen, diikuti oleh Ganjar-Mahfud dengan perolehan suara 33,7 persen, dan pasangan Anies-Muhaimin dengan perolehan suara 23,7 persen.
Prabowo-Gibran hanya tertinggal dalam survei Charta Politika, di mana Ganjar-Mahfud memimpin dengan perolehan suara 36,8 persen, disusul oleh Prabowo-Gibran (34,7 persen) dan Anies-Muhaimin (24,3 persen).
Baca Juga:Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Sulawesi dan Jawa TengahTeknologi Filter Air Nazava dari Lumbung Indonesia, Air Sumur yang Keruh Disulap Jadi Air Minum Tanpa Dimasak
Banyak orang mungkin secara sinis mencemooh keakuratan jajak pendapat elektabilitas, dengan alasan bahwa jajak pendapat tersebut dapat dibeli dan disesuaikan untuk mendukung kandidat tertentu. Namun, mereka meremehkan kemampuan dan kredibilitas lembaga survei dalam membuat prediksi politik.
Faktanya, survei elektabilitas berhasil memprediksi pemenang pemilu sebelumnya. Pada pemilu 2019, lembaga survei terkemuka memproyeksikan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin akan menang. Berikut hasil survei yang dilakukan pada akhir Maret hingga awal April 2019. (GAMBAR-1)
Kejutan Strategis
Melihat data survei, banyak pihak yang memperkirakan Prabowo-Gibran akan memenangkan Pilpres 2024. Namun hal tersebut jangan sampai membuat kubu Prabowo-Gibran menjadi terlalu percaya diri atau bahkan berpuas diri.
Kita bisa merenungkan hikmah dari serangan Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Ada anggapan menarik bahwa AS sebenarnya sudah memiliki informasi intelijen sebelumnya mengenai rencana angkatan laut Jepang untuk menyerang pangkalan angkatan laut di Hawaii.
Sebagai antisipasi, AS banyak menempatkan kapal perang, pesawat tempur, personel, dan persenjataan di Pearl Harbor. Namun, karena merasa lebih kuat secara militer, mereka meremehkan kemampuan pasukan Jepang. Pearl Harbor segera berubah menjadi neraka yang mengamuk. AS menderita kerugian besar.
Dalam studi militer, apa yang terjadi di AS disebut “kejutan strategis”. Berbeda dengan “Black Swan” yang merupakan peristiwa yang sama sekali tidak dapat diprediksi, kejutan strategis dapat diprediksi, namun tetap terjadi karena kurangnya persiapan.