Untuk memprediksi, atau mungkin lebih akurat memperkirakan hasil, kita harus memetakan kekuatan politik masing-masing pasangan kandidat. Seperti nasihat Sun Tzu, dalam bukunya yang terkenal, The Art of War, “Jika Anda mengenal musuh dan mengenal diri sendiri, Anda tidak perlu takut akan hasil dari seratus pertempuran.”
Pemetaan kekuatan
Jika kita berbicara tentang kekuatan politik, kita dapat menggunakan teori modal politik yang dipopulerkan oleh sosiolog Perancis Pierre Bourdieu. Menurutnya, modal politik mewakili sejumlah sumber daya yang dapat digunakan oleh individu atau kelompok untuk memperoleh atau mempertahankan kekuasaan di ranah politik.
Hal ini mencakup unsur-unsur seperti reputasi, pengaruh, hubungan sosial, akses terhadap informasi, dan keterampilan politik yang diperoleh dari posisi atau struktur sosial seseorang dalam masyarakat.
Baca Juga:Densus 88 Tangkap Terduga Teroris di Sulawesi dan Jawa TengahTeknologi Filter Air Nazava dari Lumbung Indonesia, Air Sumur yang Keruh Disulap Jadi Air Minum Tanpa Dimasak
Menurut Bourdieu, ada tujuh bentuk modal yang dapat menjadi modal politik, yaitu kelembagaan, sumber daya manusia, sosial, ekonomi, budaya, simbolik, dan moral.
Untuk memetakan modal politik yang dibutuhkan dalam sebuah pemilihan Presiden, kita dapat mempersempitnya menjadi empat modal, yaitu finansial, popularitas, partai politik, dan elektabilitas.
Dari segi modal finansial, ketiga paslon bisa dikatakan cukup kompetitif. Setiap kubu memiliki beberapa pengusaha ternama yang didukung oleh usahanya. Di Koalisi Perubahan tentu ada Ketua NasDem Surya Paloh. Pada tahun 2021, majalah Forbes memperkirakan kekayaan bersih Surya Paloh mencapai US$440 juta (Rp6,9 triliun).
Di kubu Ganjar, penunjukan Direktur Utama Indika Energy Arsjad Rasjid sebagai Direktur Pemilihan jelas menunjukkan upaya untuk menarik jaringan modal yang besar. Hal ini semakin didukung dengan ditunjuknya Ketua Grup Recapital Rosan Roeslani sebagai Manajer Kampanye. Senada dengan itu, KIM juga jelas berupaya merayu jaringan modal.
Dari segi popularitas, ketiga paslon juga cukup berimbang. Sejak pemilihan gubernur Jakarta tahun 2017, Anies Baswedan menjadi perbincangan hangat. Adapun Ganjar Pranowo, setidaknya dalam tiga tahun terakhir, publik sudah mengenalnya sebagai mantan Gubernur Jawa Tengah yang digadang-gadang oleh PDI-P sebagai penerus Presiden Jokowi.
Sementara itu, Prabowo Subianto jelas meraih ketenaran politik dalam 15 tahun terakhir. Prabowo telah menjadi calon Presiden tiga kali berturut-turut sejak pemilu 2009. Pada dasarnya, dia telah menjadi nama rumah tangga. Siapa yang tidak kenal dengan Prabowo?