KONFERENSI 24 Jam tentang Kejahatan Terorganisir Global diadakan pada tanggal 19 Oktober 2023 dengan tema “Masyarakat Sipil dalam Mencegah dan Pemberantasan Kejahatan Terorganisir”. Konferensi 24 Jam tentang Kejahatan Terorganisir Global merupakan konferensi virtual yang berlangsung satu hari.
Konferensi ini diselenggarakan oleh Pusat Informasi dan Penelitian Kejahatan Terorganisir (CIROC), Asosiasi Internasional untuk Studi Kejahatan Terorganisir (IASOC), dan Inisiatif Global Melawan Kejahatan Transnasional.
Nukila Evanty, Igor Išpanović dan Miloš Katić. adalah pembicara pada sesi tersebut, yang berfokus pada isu-isu kejahatan terorganisir global, yang sering kali terencana dengan baik dan sering kali melintasi batas negara dan negara.
Baca Juga:HexaHeroes Siap mengharumkan nama Indonesia di Trifecta Weekend Spartan Race di Malaysia dan YunaniMengenal Sri Hartini Penjaga Hutan Adat Wonosadi
Nukila Evanty, Direktur RIGHTS, Direktur Eksekutif Kelompok Kerja Perempuan (WWG), dan Ketua Inisiatif Masyarakat Adat, berbicara tentang “Peran Masyarakat Sipil dalam Mencegah Kejahatan/Kejahatan Terorganisir,” yang menurut Nukila, memainkan peranan penting berperan dalam mencegah dan menekan kejahatan terorganisir, dengan memantau, membantu, memobilisasi, dan mengungkapnya. “Kita harus angkat bicara karena kita tidak akan maju dalam diam,” kata Nukila.
Perdagangan manusia dilaporkan masih menjadi masalah utama di Indonesia. Data Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang (Satgas POLRI) Kepolisian Negara Republik Indonesia menunjukkan 2.693 orang menjadi korban perdagangan orang pada Juni 2023, dengan rincian 2.102 kasus pekerja seks komersial, 522 kasus pekerja migran ilegal, dan 69 awak kapal shanghai.
“Perempuan dan anak-anak adalah korban perdagangan manusia yang paling rentan,” tegas Nukila.
Nukila menambahkan, negara tujuan perdagangan manusia Indonesia saat ini antara lain Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Taiwan, Jepang, Hong Kong, dan Timur Tengah.
Mengingat maraknya perdagangan manusia di Indonesia, Nukila mengharapkan pemerintah untuk mengintensifkan penyelidikan dan penuntutan, serta menjatuhkan hukuman berat terhadap pelaku perdagangan manusia.
Nukila juga mendesak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu perdagangan manusia di kalangan kelompok yang sangat rentan.
Tiga poin penting yang disoroti Nukila terkait meningkatnya prevalensi perdagangan orang di Indonesia antara lain, pertama, budaya masyarakat patriarki yang menghambat hak perempuan untuk berbicara. Kedua, kurangnya pemahaman aparat penegak hukum mengenai apa yang dimaksud dengan perdagangan manusia, terutama jika korbannya adalah anak-anak, misalnya eksploitasi tenaga kerja dan seksual, khususnya prostitusi anak dan pornografi, eksploitasi terhadap pekerja ilegal (seperti pengemis dan pengedar narkoba), perdagangan orang yang diadopsi, dan pernikahan paksa. Ketiga, kurangnya keterlibatan masyarakat sipil dalam mencegah desa-desa miskin dan terpinggirkan agar tidak dieksploitasi oleh sindikat.