SPEKULASI yang telah berlangsung lama terkait retaknya hubungan Jokowi dengan Megawati Soekarnoputri mungkin banyak yang tidak menduga hubungan keduanya berujung menjadi pertarungan.
Dipilihnya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto adalah sinyal yang nyata.
Salah satu pernyataan yang mencolok datang dari Presiden Joko Widodo, atau akrab disapa Pak Jokowi.
Baca Juga:Ambruk! Rupiah Tembus Rp15.900Pemilu 2024 Dianggap Politik Sayang Anak, Kok Bisa ?
Ketika ditanya tentang pilihan Prabowo dalam memilih Gibran sebagai cawapres, Jokowi menjawab dengan santai, “Terserah Pak Wali.”
Bagaimana mungkin ia melawan Megawati, sosok yang membawanya menjadi presiden sebanyak dua kali.
Berbagai ombak kecil hubungan Jokowi dengan Megawati, hingga akhirnya terakumulasi di kasus Gibran, sebenarnya sudah lama tercium, dan seharusnya sudah dapat diprediksi. Ini setidaknya dimulai dari Pilpres 2014.
Indonesianis Jeffrey Winters menjelaskan banyak orang di sekitar Megawati justru memandang Jokowi sebagai “pengganggu”.
Terdapat rasa ”cemburu” dari mereka yang telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk mencapai posisi penting dalam partai ataupun mendapatkan kepercayaan dari Megawati, namun justru disusul oleh Jokowi, sosok yang bahkan tidak jelas jabatan strukturalnya di internal PDIP.
Leo Suryadinata dalam tulisannya Golkar’s Leadership and the Indonesian President, menyebutkan pada Pilpres 2014, berbagai petinggi PDIP sebenarnya tidak begitu menyukai Jokowi. Namun, karena elektabilitasnya tinggi, Megawati terpaksa memilihnya sebagai calon presiden.
Hubungan Jokowi dengan PDIP yang tidak harmonis sejak awal, adalah preseden atas berbagai konflik yang semakin terlihat jelas baru-baru ini.
Baca Juga:Cak Imin Geser AHY, Sandiaga Uno Tersingkir oleh Mahfud MD, Akhirnya Gibran Lengserkan Erick ThohirPrabowo-Gibran, Bagaimana Keputusan Mahkamah Konstitusi Gugatan Usia Capres-Cawapres Hari Ini?
Bertolak pada riak dan retak hubungan yang sudah tercium sejak Pilpres 2014, apa yang terjadi saat ini seharusnya bisa diprediksi oleh Megawati.
Ini yang disebut sebagai strategic surprise, yakni fenomena yang dapat diprediksi, namun tetap terjadi karena kurangnya persiapan atau tindakan preventif.
Contoh strategic surprise adalah serangan Jepang ke Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Yang menarik, saat itu Amerika Serikat (AS) sudah mendapatkan informasi intelijen bahwa Jepang akan menyerang. Paman Sam juga telah menempatkan berbagai alutsista di Pearl Harbor untuk menghadapi serangan.
Namun, karena terlalu percaya diri dengan penempatan berbagai pesawat dan kapal perangnya, AS menganggap enteng potensi ancaman. Akibatnya, Pearl Harbor benar-benar dibombardir oleh pesawat dan kapal perang Jepang.