EMPAT Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkapkan dissenting opinion atau pendapat berbeda dalam hasil putusan batas usia capres-cawapres pada perkara bernomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan mahasiswa asal Surakarta bernama Almas Tsaibbirru Re A.
Dalam hal ini, MK mengabulkan sebagian gugatan soal batas usia capres-cawapres berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Dengan kata lain, kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun kini bisa menjadi capres-cawapres. Salah satu Hakim MK yang mengemukakan dissenting opinion, Saldi Isra mengaku bingung atas putusan tersebut.
Baca Juga:Usai Putusan MK, Pengamat: Prabowo Kehilangan Dukungan Jokowi, Faktor Relasi PDIP Jokowi Solid ke GanjarCawapres Ganjar Pranowo, Megawati: Masa Ibu Salah Pilih
“Berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini,” ungkap Saldi Isra di ruang sidang Gedung MK, Senin, 16 Oktober.
Saldi Isra menegaskan putusan ini tak konsisten dengan sejumlah putusan sebelumnya yang ditolak oleh MK pada siang hari tadi. Di antaranya perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan PSI dengan meminta batas usia minimum capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.
Kemudian perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda yang meminta penambahan alternatif pengalaman sebagai penyelenggara negara sebagai syarat selain usia minimal 40 tahun. Lalu, perkara nomor 55/PUU-XXI/2023, yang diajukan Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dkk dengan petitum yang sama dengan Garuda.
“Sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa ‘aneh’ yang ‘luar biasa’ dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” ungkap Saldi Isra.
Selain Saldi Isra, Hakim Konstitusi yang memiliki dissenting opinion yakni Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Kemudian, lima hakim yang setuju agar perkara tersebut dikabulkan adalah Anwar Usman, Manahan Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic, dan Guntur Hamzah. Dari kelimanya, dua hakim MK mengemukakan alasan berbeda atau concurring opinion.
Sebagai informasi, berikut adalah amar putusan MK pada nomor perkara 90/PUU-XXI/2023: